Minggu, 07 Juli 2013

Prahara Long March Siliwangi


TERTANGKAPNYA MAYOR DAENG DAN LETKOL DAAN YAHYA

Long March divisi Siliwangi dilaksanakan setelah pasukan Belanda menyerang Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia, kecuali Batalyon Rukman yang terlebih dahulu berangkat menyusup ke Jawa Barat. Sasaran telah direncanakan Batalyon-Batalyon untuk menduduki daerah Kabupaten-Kabupaten yang telah ditentukan di Provinsi Jawa Barat.


Berangkat dari masing-masing kedudukan Markas Staf Divisi Siliwangi, Markas Brigade, Markas Batalyon-Batalyon setelah konsolidasi lepas tugas akhir menumpas PKI di Madiun dan daerah-daerah lain yang diduduki PKI Muso.


Begitu pula dengan Batalyon Daeng yang bermarkas di Rowulu luar Kota Yogyakarta, ketika itu hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 hingga jam 12.00 setelah mendapat perintah untuk Long March ke Jawa Barat bersamaan itupula dengan Kota Yogyakarta diserang dari udara, Lapangan Terbang Maguwo (Adisutjipto) telah diduduki pasukan Belanda, seluruh pasukan anggota Batalyon Daeng telah dipersiapkan untuk berangkat.


Pemerintah Belanda telah membatalkan perjanjian Renville secara sepihak lalu menyerang daerah-daerah Republik Indonesia.



Pasukan KNIL menyerang Kota Yogyakarta



Tiba di Markas Batalyon Daeng, Komandan Brigade XII Letkol Koesno Oetomo bersama anggota staff nya, juga Kolonel Mokoginta, Kolonel T.B Simatupang. Keduanya berasal dari Markas Besar Tentara (MBT) kemudian diadakan rapat kilat dan diputuskan Komandan Brigade XII beserta Staff berangkat bersama Batalyon Kemal Idris didepan Batalyon Daeng.


Mayor Kemal Idris

Beberapa Perwira dan anggota pasukan lain bersama keluarga-keluarga anggota pasukan sendiri bergabung kepada Batalyon Daeng untuk berangkat Long March menuju Jawa Barat.
Keluarga-keluarga Divisi Siliwangi sengaja dikirimkan dari daerah Jawa Barat pendudukan tentara Belanda dengan tujuan tertentu untuk menjatuhkan moril anggota Divisi Siliwangi selain menderita harus mengurus kebutuhannya sebagai anggota tentara, ditambah mereka harus mengurusi keluarganya dengan berbagai kebutuhannya. Belanda tidak menyadari, bahwa bangsa Indonesia juga prajurit pejuang sudah mempunyai tekad : MERDEKA atau MATI.


Berangkatlah Batalyon Daeng lengkap dengan keluarga-keluarga anggota dan anggota-anggota dari pasukan lain (gabungan) dari Trowulu menuju Jawa Barat. Komandan Batalyon Daeng menunjuk Kompi Tisna menjadi Voorspit (kawal depan) dengan melalui jalan-jalan desa dan jalan setapak.


Entah berapa ratus kilometer yang harus dilalui, entah berapa puluh sungai yang harus disebrangi, berapa gunung yang dilalui, entah berapa bukit yang harus dinaiki, berapa ratus ngarai yang harus dituruni, mapay pasir ngeumbing lamping lungkawing, tidak dapat diduga puluhan kilometer lembah akan diinjak pasukan dan keluarga, entah berapa korban yang mungkin gugur, luka, hilang, entah kapan sampai ditujuan dengan logistik untuk mulut seribu lebih anggota dan keluarga tapi Insyaallah rakyat Indonesia pasti masih Republiken akan siap membantu perjuangan mempertahankan dan akan menegakan kemerdekaan Republik Indonesia.


Selama empat hari perjalanan tidak terjadi vuur contact/ v.c atau baku tembak dengan musuh. Tanggal 24 Desember 1948 seluruh anggota Batalyon tiba di desa Banyuasin, Mayor Daeng kemudian bertemu dengan Lurah Banyuasin untuk mencari informasi tentang keadaan situasi posisi musuh. Lurah Banyuasin kepada Mayor Daeng memberikan sebuah isim yang berisikan ayat 15 dari Al-Quran agar isim ini disimpan baik-baik supaya disimpan disaku celana, insyaalah Mayor Daeng akan baik-baik saja diselamatkan Allah SWT.


Komandan Batalyon memerintahkan Serma Soemitro (gugur di Sulawesi Selatan ketika menumpas gerombolan DI/TII pimpinan Kahar Muzakar dengan pangkat Kapten) dan Sersan Lili Sadeli (Purnawirawan dengan pangkat Letnan Satu) mengadakan seko (pengitaian) ke arah barat. Laporan kedua seko, dijembatan Kali Bogowonto dekat kampung Bener pinggir jalan antara Magelang-Purworejo ada pos tentara Belanda (NICA/ KNIL), menurut informasi dari penduduk setempat mereka telah 2 hari ber Pos disana yang diperkirakan sejumlah 1 pleton diperkuat sebuah kendaraan lapis baja (bren carrier), Komandannya Eerste Leuitenant (Letnan Satu) Van Tienen dari Batalyon Infantri V yang dikirim dari Purworedjo (diketahui setelah Mayor Daeng tertawan). Setelah menunggu beberapa waktu datanglah Kompi Tisna dikawal oleh Serma Muchtar.





Para komandan kompi kemudian dikumpulkan untuk melakukan briefing, dikeluarkan perintah agar Kompi Sambas menjelang magrib menyerang musuh di jembatan Kali Jogowonto, kemudian perintah penyerangan ini dibatalkan mengingat perintah Panglima Divisi selama dalam perjalanan Long March supaya menghindari pertempuran kecuali bila keadaan yang sangat terpaksa hingga tiba didaerah tujuan masing-masing.


Selanjutnya Kompi Sambas ditugaskan untuk melindungi bagi anggota Batalyon lainnya yang akan menyebrang Kali Bogowonto, yang akan menyebrang adalah Pleton Staff Dekking Rasdan, Staff Kompi Sitorus, Kompi Syafei, Kompi Sunaryo dan Kompi Tisna. Sebagai Garis Awal (G.A) ditentukan di Kampung Bener. 


Setelah seluruh anggota Batalyon berada diketinggian bukit seberang jalan raya berhenti menunggu, Komandan Batalyon memerintahkan Kompi Soenaryo bertugas voor spit (kawal depan) untuk segera menuruni bukit menyebrang kali Bogowonto kemudian naik lagi ke atas bukit seberang kali. Dalam pelaksanaan melai menuruni bukit seberang jalan raya, menyebrang kali hingga ke kaki bukit, terjadi kemacetan terutama terjadi oleh Kompi Tisna. Komandan Batalyon bertemu dengan Sersan Iing yang melaporkan bahwa Kompi Tisna telah menduduki Kali Bogowonto, tapi belum menyebrang. Komandan Batalyon kepada Kompu Kompi Tisna berkata: "Saya akan menyebrang dulu bersama Sersan Iing." Waktu itu Kali Bogowonto airnya tidak deras dan dalamnya hanya sebatas pinggang orang dewasa, jadi agak mudah untuk disebrangi. Setibanya di sebrang kali Sersan Iing diperintahkan untuk mencari Komandan Kompi Soenaryo. Waktu itu kebetulan bertemu dengan seorang Komandan Pleton dari Kompi Soenaryo yang bernama Korah. Dia melaporkan bahwa Kompi Soenaryo belum berhasil menaiki bukit, masih berada di kaki bukii sepanjang kampung-kampung dipinggir Kali Bogowonto.


Kemudian Komandan Batalyon meninggalkan pesan untuk Kompi Soenaryo melalui Korah bahwa Komandan Batalyon akan akan naik bukit. Menurut perkiraan Komandan Batalyon daerah yang sudah dilalui, Desa Banyuasin sampai keatas bukit seberang Kali Bogowonto diperkirakan aman, tidak terlihat adanya pergerakan tentara Belanda. Dengan meniti sengkedan beliau tiba diatas bukit. Diatas bukit ternyata ada sebuah warung yang diterangi lampu dan bertemu dengan Serma Soemitro, Sersan Lili Sadeli dan Prajurit Ucu yang sedang sakit mengawal. Sedangkan pengawal Komandan Batalyon Sersan Muchtar tertinggal dipinggir kali.


Sebetulnya Batalyon Daeng ditugaskan untuk mengawal para perwira SDS (Staff Divisi Siliwangi) dalam Long March ini tetapi Batalyon Daeng sudah berangkat terlebih dahulu, akhirnya rombongan perwira dari SDS termasuk Letkol Daan Yahya berangkat menyusul dan berusaha mencari staf divisi dalam perjalanan.


Komandan Batalyon bersama Prajurit Ucu masuk kedalam warung lalu membuka baju untuk dikeringkan karena basah. Setelah itu berbaring diatas bangku panjang disebrang meja, lampu batere ditaruh, senjata disandarkan. Dibangku lain ternyata telah ada Letkol Daan Yahya Pejabat Pelaksana Panglima Divisi Siliwangi pada Long March.


Tidak lama kemudian terdengar suara derap sepatu dan mendengar yang berkata : "Cekele". Diduga anggota TNI dari pasukan daerah Jawa Tengah. Komandan Batalyon bersama Letkol Daan Yahya lalu duduk. Tidak lama kemudian masuk seorang berseragam KNIL, ternyata dia Eerste Leuitenant Van Tienen bersama beberapa tentara KNIL yang bersenjata siap tembak. Komandan Batalyon Mayor Daeng, Letkol Daan Yahya, Sunar Pringadi ajudan Letkol Daan Yahya, Serma Soemitro dan Prajurit Ucu tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan perlawanan, sedangkan diluar warung pun pasukan KNIL telah mengurungnya, mereka tertawan.


Eerste Leuitenant Van Tienen bolak-balik keluar masuk warung untuk mengatur pasukannya. Beberapa saat sebelum terjadinya musuh menyergap secara kebetulan Serma Lili Sadeli untuk sesuatu yang mendesak turun bukit kembali ke tempat semula, selamat tidak tertangkap.


Salah satu seorang tentara KNIL kesatuan Andjing NICA pada ransel dipunggungnya bertuliskan EMONG, berkata : "Tuan-Tuan tidak usah khawatir, kita hanya mau ambil sejata saja. Saya juga orang Gunung Bohong, Cimahi." Seorang Belanda hitam.

Sekitar jam 3 atau hampir mendekati waktu subuh, salah seorang anggota Kompi Soenaryo naik keatas bukit yang telah dikuasai musuh, dia gugur ditembak karena tidak mengetahui kalau bukit sudah dikuasai mereka. Kemudian diketahui prajurit yang gugur itu bernama Kasman.


Hari telah pagi ketika iring-iringan pasukan KNIL yang menawan anggota TNI yang didalamnya termasuk Mayor Daeng dan Letkol Daan Yahya, tidak jauh dari sana beberapa orang dari Pleton Staff Dekking pimpinan Rasdan yang tidak mengetahui adanya musuh mendapat tembakan gencar dari tentara KNIL Andjing NICA lebih kurang berjumlah 2 regu. Gugurlah Rasdan dan beberapa anggota Pleton Staf Dekking diantaranya slah seorang asal Blora keturunan Arab.


Setelah samapi dijembatan Kali Bogowonto para tawanan diberi makan. Anggota KNIL pasukan Andjing NICA ini terdiri golongan muda yang kebanyakan dari suku Manado dan golongan tua kemungkinan mantan serdadu KNIL yang pernah ditawan tentara Jepang 1942-1945. Anehnya mereka bertindak wajar, tidak melalakukan tindakan diluar batas yang biasanya mereka lakukan apabila pasukan Belanda dari Batalyon-Batalyon Andjing NICA menawan anggota TNI. Mereka biasanya memeperlakukan tawanan-tawanan TNI dengan kasar, paling tidak memukul dan menendang. Apakah karena Perwiranya Belanda totok memegang teguh dan mematuhi peraturan hukum perang dan hukum internasional?


Pada waktu itu masih di pos jembatan Kali Bogowonto, salah seorang KNIL mengintrogasi Mayor Daeng dalambahasa Belanda : "Bent U een militair?" Dijawab "Ya dat ben Ik, en de hoogste in rank de gevangenen".
(apakah anda militer? Dijawab : Ya saya militer. Pangkat saya paling tinggi diantara mereka yang ditawan).
Ketika itu Letkol Daan Yahya belum diketahui pangkat juga jabatannya oleh mereka, karena terus menerus memakai jaket.


Selama itu meriam-meriam tentara Belanda yang ditempatkan dipos jembatan tidak aktif hanya pesawat terbang capung terbang pengintaian.


Para tawanan diangkut menuju Magelang setelah melalui Salaman sebelum Ragilan terdapat markas pasukan KNIL diperkirakan markas Kompi diperkuat karena terlihat banyaknya pasukan dan puluhan kendaraan. Tiba di Magelang para tawanan dimasukan ke tangsi bekas yang dihuni Batalyon Kosasih Brigade XII Siliwangi.

Letkol Daan Yahya sedang berbincang dengan Perwira Belanda


Koleksi pribadi
Daeng Muhammad Ardiwinata



Keesokan harinya Letkol Daan Yahya yang telah diketahui pangkat dan jabatannya dipanggil Overste (Letkol) Van Zandten (kemungkinan Komandan Batalyon Brigade KNIL) untuk di introgasi.
Karena Mayor Daeng tertangkap maka Komandan Batalyon Daeng digantikan oleh Mayor D.C Sitorus.


Sehari setelah berada di Magelang dimasukan pula ke tempat tawanan seorang wartawan dari Kementrian Pertahanan RI yang bernama Soewarso berpangkat Sersan. Esok harinya para tawanan diangkut dengan convooi menuju Melaten, candi selatan Semarang.


Ternyata disana telah ada tawanan akibat Perang Kemerdekaan II yang oleh Belanda disebut Politionil Actie II diantaranya Kapten Soedarto Staff KTN (Komisi Tiga Negara yang mengawasi gencatan senjata selama perjanjian Renville) yang bertugas sebagai pengantar anggota KTN. Juga penumpang pesawat charteran dari Amerika Serikat, Mayor Arif dan beberapa Staff Kementrian Keuangan RI, diantaranya Bung Basri. Crew pesawat charteran co pilot Harnoko Harbadi salah seorang penerbang AURI yang terlibat pengeboman di daerah musuh Ambarawa dan Bintara juru radio.


Pesawat terbang charteran ini dari Palembang mendarat di Maguwo yang kebetulan pada tanggal 19 Desember 1948 telah diduduki pasukan Belanda, mereka ditahan. Pilotnya yang bernama James Fleming tidak ditahan karena berwarga kenegaraan Amerika.


Tawanan yang berjumlah lebih kurang 100 orang oleh para perwira termasuk didalamnya  Mayor Daeng mengatakan kepada Cadet Seno, Vandrig Cadet Surabaya, Serma Soemitro dinasehat kepada mereka agar mereka mengaku pelajar atau siswa SLTA karena mereka masih sangat muda-muda. Ternyata pengakuan siswa mereka oleh Belanda dipercaya dan dilepas dari tawanan. Setelah lepas dari tawanan mereka harus menggabungkan diri lagi ke kesataun TNI untuk meneruskan aktif bergrilya, begitu nasihat mereka diterima langsung dilaksanakan dengan baik.


Mayor Daeng sewaktu diperiksa MID (Militai Inlichting Dienst) dipengaruhi dan dicoba diberi pengarahan untuk bergabung kepada Pemerintah Negara Bagian RIS (Republik Indonesia Serikat, bentukan Belanda) atau menjadi Polisi Negara Pasundan dan atau menjadi tentara Federal juga bentukan Belanda (Weiligheid Batalyon/ WB) di Jawa Barat. Tetapi Mayor Daeng dengan tegas menolak tetapi diantara tawanan ada juga yang mau menjadi tentara Batalyon Mataram bentukan Belanda di Jawa Tengah. Tidak lama dari sana para tawanan yang berpangkat perwira dikirim ke Nusakambangan diantaranya Mayor Daeng dan Letkol Daan Yahya. Karena Batalyon Inf. V Andjing NICA dapat menangkap orang nomor  satu Panglima divisi Siliwangi Kolonel Daan Yahya maka Komandan Kompi Batalyon Inf V mendapat penghargaan “Militaire Willems Orde”


Letnan Kolonel Van Zanten, Gombong 1949


Letnan Kolonel Van Zanten dan Brigade V, Gombong 1949


Setelah disepakati perundingan Pemerintah RI yang diwakili oleh Mr. Moh Room dan Pemerintah Belanda diwakili oleh Mr Royen diadakan Ceasefire, penghentian tembak menembak. Sebelum perundingan Round Table Converence (RTC) atau Konfrensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Jakarta. Pemerintah RI diwakili oleh Letnan Jendral Sri Sultan Hamengku Buwono IX sedangkan di negeri Belanda diwakili oleh Wakil Presiden Moh. Hatta pada tanggal 27 Desember 1949 diantaranya Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia.


Round Table Converence, 1949

Pada waktu gencatan senjata itulah para tawanan di Nusakambangan dilepas yang diantaranya terdapat Mayor Daeng, Letkol Daan Yahya, Kapten CPM F.E Thanos.


Setelah Mayor Daeng melapor kepada Panglima Divisi Siiwangi yang bermarkas di Nagrak Buah Dua, Sumedang beliau diangkat menjadi Komandan Komando Militer Daerah III Priangan Barat (KMD III PB) dan menentukan kedudukan Markas nya di Banjaran Kabupaten Bandung.


Letkol Daeng menjabat Komandan Brigade C Siliwangi yang bermarkas di Cirebon. 


Beliau pada Tahun 1951 mengundurkan diri dari TNI walau ada dalam catatan sejarah ditulis mengundurkan diri pada tahun 1953 dengan pangkat Kolonel. 


Pada Tahun 1950-1955 dalam tubuh TNI terjadi masa-masa gejolak Konflik Politik TNI  dan Sipil yang kemudian dikenal dengan Peristiwa 27 Oktober 1952,









sumber :

1. Prahara Cimahi : Pelaku dan Peristiwa (Mayor Purn. S.M Arief : 1989)
2. Tertawannya Mayor Daeng (Mayor Purn S.M Arief : 1991)
3. Biografi Abdul Haris Nasution Jilid 2
4. KNIL Wikipedia













Tidak ada komentar:

Posting Komentar