KOMPI
DAENG
Terbentuknya Kompi Daeng tidak
terlepas dari inisiatif mantan Shodancho Daeng
Muhammad Ardiwinata (Letnan Komandan Pleton) salah seorang mantan Komandan
Pleton Batalyon IV PETA (Dai Yon Dai Dan) di Cimahi. PETA singkatan dari
Pembela Tanah Air. Terbentuknya PETA atas usul seorang putra Indonesia yang
bernama Gatot Mangkupraja yang berpikiran jauh kedepan. Usul ini disampaikan
kepada penguasa Jepang di Indonesia waktu itu, dengan turut membantu tentara
Jepang dalam Perang Dunia II khususnya di Indonesia.
Dalam usulan Gatot Mangkupraja antara
lain di jelaskan Batalyon PETA hanya terdiri dari putra-putra Indonesia, mulai
pangkat prajurit (Gyuhei) sampai dengan pimpinan Batalyon (Komandan
Batalyon-Dai Dancho) yang hanya ditugaskan di Indonesia (pulau Jawa dan
Sumatera) saja untuk pengamanan daerah. Berbeda dengan Heiho (pembantu tentara
Jepang) dan Kaigun Heiho (Pembantu tentara Jepang pada angkatan laut Jepang)
yang dapat ditugaskan keseluruh Indonesia bahkan keluar Indonesia misalnya ke
Burma dan Kepulauan Solomon.
Makna sesungguhnya usul Gatot
Mangkupraja adalah supaya bangsa Indonesia pada kesempatan dijajah Jepang
diberi kesempatan memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan kemiliteran
(sebagai kader) yang suatu ketika menjadi kader tentara Indonesia, tentara
bangsa sendiri untuk bangsa Indonesia. Kemudian ternyata tujuan ini terbukti.
Diharapkan dari pendidikan
keprajuritan yang modern bangsa Indonesia akan mendapat menambah ilmu dibidang
keprajuritan sebagai pelengkap yang terlebih dahulu bangsa Indonesia telah
memiliki watak dan semangat keprajuritan sejak jaman dulu kala.
Jepang akhirnya setuju terbentuklah
PETA atau tentara Pembela Tanah Air dengan dikeluarkannya Osamu Seirei No. 44
(Pengumuman Nomor 44) oleh Letnan Jendral Kumichi Harada (Panglima tentara ke
16 Jepang di Indonesia) tanggal 3 Oktober 1943.
Dengan ini dapat ditarik kesimpulan
pemanfaatan kepentingan perangnya Jepang, yang hakekatnya untuk kepentingan
bangsa Indonesia (pemikiran Gatot Mangkupraja) dan terbukti mantan-mantan PETA
dominan dapat menjadi pimpinan TNI, antara lain mantan Dai Dancho Sudirman yang
menjadi Bapak TNI, seorang Panglima Besar). Jadi tersanggahlah pendapat bahwa :
"orang-orang mantan PETA adalah "kolaborlator" dengan Jepang.
Bangsa Indonesia telah memiliki watak
dan semangat keprajuritan sejak dahulu kala, hal ini telah dibuktikan oleh
kebesaran-kebesaran kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Aceh,
Pajang, Gowa dan masih banyak lagi lainnya. Kerajaan-kerajaan itu dapat berdiri
tegak karena didukung oleh angkatan perang yang memiliki tradisi keprajuritan
seperti yang banyak digambarkan didalam kesusastraan Indonesia khususnya
didalam cerita-ceerita pewayangan dan hikayat yang hingga sangat ini sangat
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Demikianlah tradisi keprajuritan
bangsa Indonesia secara idiil dan phisik telah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya dari kehidupan masyarakat yang tentu saja
menentukan pula corak kepribadian keprajuritan Indonesia yang merupakan satu
hal yang tak dapat diabaikan begitu saja oleh bangsa-bangsa lain.
Oleh karena itulah pada waktu Belanda
menginjakan kaki dibumi Indonesia dan setelah kekuatan kolonialnya tertanam
sepenuhnya, mereka berusaha sekuat tenaga dengan berbagai cara dan muslihat
dengan politik kolonialnya untuk membinasakan keprajuritan bangsa Indonesia.
Jepang menyerah kepada sekutu tanpa
syarat pada 14 Agustus 1945, kemudian tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta
atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan bangsa Indonesia.
Di Jakarta pada tanggal 20 Agustus
1945 berdiri Badan Pembantu Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan Badan Keamanan
Rakyat (BKR) sebagai bagian BPKKP diberlakukan berdirinya pada tanggal 30
Agustus 1945.
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu,
batalyon-batalyon PETA dan Heiho juga Kaigun Heiho dilucuti dan dibubarkan,
kecuali Polisi.
Beberapa hari setelah Batalyon IV PETA
di Cimahi dibubarkan, mantan Shodanco Daeng
Muhammad Ardiwinata mengumpulkan bekas anak buahnya sewaktu di PETA supaya
bergabung ke dalam organisasi BKR yang dibentuk oleh BPKKP Kecamatan Cimahi
dibawah pimpinan Erom seorang guru yang juga pengurus Komite Nasional Indonesia
(KNI) Daerah Kecamatan Cimahi.
Bersamaan dengan bergabunganya mantan
Pleton PETA (Shodan) dibawah pimpinan mantan Schodanco Daeng Muhammad Ardiwinata, bergabung pula manata Heiho, Kaigun,
Pelaut, KNIL dan pemuda-pemuda, pelajar dan dari berbagai golongan masuk
kedalam BKR Cimahi. Sesuai perkembangannya BKR Cimahi menjadi TKR (Tentara
Keamaman Rakyat).
TKR Kompi Daeng semula masuk jajaran Batalyon IV Momon Resimen 9
Gandawijaya selanjutnya Batalyon IV Momon menjadi Detasemen 9 Momon.
Waktu telah umum kesatuan-kesatuan
tentara tidak dikenal tanda pengenalnya, misalnya seksi 1 Kompi II Batalyon V
Resimen 9 yang dikenal masyarakat dan para anggotanya sendiri hanya nama
pimpinannya saja. Seksi 1 Komandan seksinya Umar disebut dan dikenal dengan
Seksi Umar dan selanjutnya bagi tingkat kesatuan apapun. Kompi II Komandan
Kompinya bernama Daeng Muhammad Ardiwinata lalu dikenal dan disebut Kompi
Daeng.
Setelah Kompi Daeng masuk jajaran
Detasemen Momon, semula Detasemen ini berkekuatan :
- Staf Detasemen : Komandan Detasemen Momon.
- Kompi Daeng : Komandan Kompi Daeng
- Kompi Arifin : Komandan Arifin
(Kompi Arifin semula dari kesatuan Uyo
yang pernah dibentuk pada tanggal 17 November 1945 dikantor Kawadanaan Cimahi
selanjutnya bermarkas di Kandang Uncal. Kemudian Kesatuan Uyo disusun menjadi
Kompi sebagai Komandan Kompi dijabat oleh Arifin. Sedangkan Uyo dipindahkan
menjadi Komandan Batalyon di Purwakarta.
Sewaktu Staf Detasemen Momon bermarkas
di Padalarang kekuatannya berkembang, terdiri dari Staf Detasemen dan 4 Kompi :
- Komandan Detasemen berikut Staf berkedudukan di Cipeundeuy Rajamandala.
- Kompi I/ Daeng berkedudukan di Cibabat-Cibeureum (Cimahi)sampai dengan Fokerweg (Jalan Garuda) Bandung.
- Kompi II/Arifin berkedudukan di daerah Cimahi sampai dengan Padalarang.
- Kompi III/Kosasih berkedudukan di Panglejar Cikalong Wetan
- Kompi IV/Toha berkedudukan di Cipatat
Markas Resimen 9 Gandawijaya berkedudukan
di Padalarang.
Sesuai dengan kondisi dan situasi
waktu itu di Cimahi, dislokasi Kompi Daeng menyesuaikannya, untuk sementara
berkedudukan sebagai berikut :
- Kelompok Komando Kompi di Jati Pasantren
- Seksi Saptari Kompi di Prapatan Cihanjuang
- Seksi Asam Afandi Kompi di Jati
- Seksi Rahmat Igo Kompi di gang Alpi Fokerweg (Jalan Garuda) Bandung kemudian pindah ke Cimahi).
Akhir tahun 1945 Komandan Kompi Daeng
mengambil keputusan bahwa dislokasi Kompinya harus di tempat strategis dan
kompak disatu komplek kemudian kedudukan sebagai berikut :
- Kelompok Komando Kompi di sebuah gedung Dinas Sosial Cibabat (Panti Asuhan Taruna Negara).
- Ketiga Seksinya dijalan Pesantren (sekarang) di Pesantran Cibabat.
MENDAPAT PULUHAN
PUCUK SENJATA
Seperti
pasukan-pasukan pejuang lainnya, Kompi
Daeng melengkapi dirinya dengan denjata dan perlengkapan lainnya karena
kelihaiannya dan semangat berkobar-kobar dengan jalan "O.S" alias
Oesaha Sendiri.
Sejak
semula terbentuknya kompi ini diantaranya dapat dikatakan terbanyak "anak
kolong" murni, sebutan anak-anak serdadu Belanda KNIL sebelum Perang Dunia
II meletus. Julukan "anak kolong" kemudian populer untuk sebutan atau
ditujukan kepada pasukan-pasukan pejuang dari Cimahi. Julukan ini agak memadai
untuk setiap pemuda Cimahi, walaupun bukan anak serdadu Belanda KNIL, karena
Cimahi sebagai daerah konsentrasi tentara Belanda KNil dan KL sebelum Perang
Dunia II, pemusatan tentara KNIL dan KL terbesar diseluruh Hindia Belanda tempo
dulu.
Para
Kompi "anak kolong" inilah yang telah membuktikan dirinya bahwa
mereka sanggup dan telah terbukti dapat berhubungan dengan "oom-oom
KNIL" yang ditawan tentara Jepang pada waktu tentara Hindia Belanda
(Indonesia) menyerah kepada Jepang 8 Maret 1942, kemudian menjadi lagi KNIL
ketika dibebaskan oleh tentara pendudukan Sekutu/ Inggris sewaktu Jepang
menyerah ketika itu Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaanya.
Sebagai
seorang anak kolong ini dengan segala kelihaiannya "ngarayu jeung ngolo"
oom-oom KNIL, juga bila oom-oom KNIL nya lengah mereka mencuri senjata sehingga
berbagai jenis senjata puluhan pucuk terkumpul. Sebagai resikonya banyak
"anak kolong" yang ketahuan dan dihukum di Poncol atau di Kebon Waru
(LOG) sebagai tempat tawanan para pejuang Indonesia yang mereka sebut dengan
"extremisten". Bahkan banyak diantaranya "anak kolong" yang
disiksa hingga cacat juga hilang tidak tentu rimbanya hingga sekarang.
Waktu
itu kampemen Cimahi telah diduduki 1 resimen tentara sekutu/ Inggris dari
Divisi India ke-23 (23rd India Division). Terdiri dari para pimpinannya bangsa
Inggris, bawahannya bangsa Ghurka dan India (Hindu/ Budha) termasuk pula India
muslim (India - Pakistan belum merdeka).
Minimal
2 batalyon infantri yang berpengalaman dan memenangkan perang, diperkuat
kesatuan tank, bren carrier, batalyon artilery lapangan/ medan dan artilery
serangan udara, Detasemen MO 8, Detasemen Genie tempur dan Detasemen Genie
Konstruksi.
Resimen
ini sebagian besar dari Divisi India ke 23 yang datang melalui jalan darat dari
Jakarta melalui Bogor, Puncak, Cipatat, Padalarang lalu menghuni kampemen
Cimahi. Mereka berkendaraan dalam 2 gelombang convooi dikawal pesawat pemburu,
Mustang. Convooi mereka pernah diantaranya dicegat Kompi Daeng di Gunung Masigit.
(Baca pencegatan tentara sekutu/ Inggris di Jembatan Rajamandala lama oleh
Detasemen Abdul Hamid).
Dengan
kekuatan puluhan pucuk senjata berbagai jenis yang sebagian hasil
"ngolo" dan mencuri ini, Kompi
Daeng terlibat pertempuran -pertempuran.
PERTEMPURAN DI CIBUNTU BANDUNG
Ketika
Kompi Daeng berkedudukan di Cibabat
sampai di Fokerweg (Jalan Garuda) menempatkan seksinya di Cibabat : Seksi
Saptari, Seksi Rahmat Igo. Di Cibeureum : Seksi Asam Afandi terlibat
pertempuran dengan tentara Sekutu/ Inggris ketika convoou mereka dari arah
barat menuju Cimahi melalui jalan raya menuju lapangan udara militer Andir
(Lanud Husen Sastranegara), separuh convooi belok ke utara masuk Fokerweg
(jalan Garuda) terjadi tembak menembak.
Posisi
pasukan pejuang berada di Warung Muncang (gedung Perdatam) Batalyon Hutagalung,
Laskar Perjuangan, Kompi Batalyon Sumarsono, Kompi Batalyon Abdurahman. Di Situ
Aksan Kompi dari Batalyon Hutagalung, Laskar Perjuangan, Kompi dari Batalyon
Sumarsono, Kompi dari Batalyon Abdurahman.
Pencegatan
yang tidak diduga dandilakukan dengan gencar mengakibatkan kerugian untuk
mereka, beberapa orang tentara Inggris asal bangsa India menyerah dengan
senjatanya dan kendaraan power kepada Batalyon Sumarsono dan Kompi Batalyon
Abdurahman dari Resimen 8 Bandung. Komandan Kompi Daeng dengan Seksi Rahmat dapat merampas beberapa pucuk
senjata hasil mencegat dekat SD Cibuntu.
Convooi
tentara Sekutu/ Inggris lainnya dengan kecepatan penuh lansung menuju ke
lapangan udara, akibat pencegatan yang berhasil ini beberapa menit kemudian
tentara Sekutu/ Inggris "mengirimkan" peluru mortir ke posisi pasukan
kita dengan gencar antara lain ke Fokerweg (Jalan Garuda), Situ Aksan dan
Warung Muncang. Tidak diketahui kerugian kita.
MENYERANG PABRIK SENJATA ACW (Cabang Pabrik Senjata Jepang di Cibabat)
Akhir
Desember 1945 setelah seluruh Saksi-Seksi Kompi
Daeng berkumpul dalam suatu komplek, kelompok Komando Kompi disebuah gedung
Dinas Sosial (Panti Asuhan Taruna Negara) Cibabat, ketiga Seksi di Pesantren
(Jalan Pesantren) mengadakan serangan bersama Hizbullah ke ACW Cibabat. ACW ini
cabang pabrik senjata yang pusatnya di Bandung (Pindad).
Sebenarnya
serangan ini semula telah diatur sesuai perundingan antara Komandan Kompi Daeng
dengan Komandan pabrik senjata cabang ACW yang akan menyerahkan senjata setelah
terjadi pertempuran pura-pura (menembak keatas). Pelaksanaannya terjadi
pertempuran sebenarnya karena pihak Jepang terlebih dahulu menembak, tidak
menembak keatas tidak diketahui sebabnya. Diduga melepaskan dendam karena
sebulan sebelum terjadi pertempuran ACW ini telah terjadi pertempuran di Tagog
ketika itu 1 pick up Jepang lebih kurang 10 orang yang akan menuju ke arah
barat tepat di Sukawargi beberapa meter sebelum mencapai jembatan Kali Cimahi,
telah ditembaki oleh pasukan Polisi Negara Cimahi,anggota Banteng Cimahi,
anggota kesatuan Uyo (sebelum menjadi Kompi Arifin) hingga mengakibatkan 3
orang tentara Jepang mati dan 3 senjatanya terampas dan serdadu Jepang ini
berasal dari pabrik senjata ACW di Cibabat.
Dalam
pertempuran ini seorang anggota Joko Sukirman tertembak dipunggung tembus ke
pangkal lengan ketika bersama Komandan
Kompi Daeng merayap setelah berada dibawah kubu karung yang diisi pasir
akan "ngarawel" senapan mesin ringan yang larasnya
"nyodor", tapi terlebih dahulu kelihatan oleh tentara Jepang yang
kaget ada tangan yang akan mengambil senjatanya, lalu serdadu Jepang mengangkat
dan menembakan senjatanya.
Ketika
badan Joko Sukirman setengah terangkat Komandan
Kompi Daeng tepat berada dibawahnya jadi terlindung badan Joko Sukirman,
beliau tidak tertembak. Anggota lainnya segera memberikan tembakan bantuan
sehingga tentara Jepang yang sedang menembak terjungkal jatuh kedalam kubu.
Lalu Joko Sukirman dan Komandan Kompi Daeng
merayap dengan susah payah kebelakan atau mundur mendekat teman anggota
lainnya. Tidak lama kemudian tembakan berhenti dan Kompi Daeng mengundurkan diri menuju markasnya, begitu juga anggota
Hizbullah.
PERTEMPURAN DI ALUN-ALUN CIMAHI
Awal
bulan Februari 1946 regu Belayar dari Kompi
Daeng yang sedang bertugas di alun-alun Cimahi bersama beberapa anggota
Banteng Cimahi, anggota BARA, anggota Detasemen Abdul Hamid terlibat
pertempuran. Waktu pasukan pejuang kita yang menduduki pos Kebon Kopi (Cimek),
Kantor Kewadanaan dan di SD utara Mesjid Agung Cimahi, melintas belasan truk
yang diisi tentara Sekutu/ Inggris dari arah timur, ketika truk terdepan tepat
berada didepan Toko Johor terjadi
tembakan dari pihak pejuang, pada saat iring-iringan truk berhenti juga truk
yang paling belakang berhenti berada didepan apotik Abadi sekarang berhenti.
Para penumpangnya turun dan naik truk lainnya yang segera truk-truk ini memutar
haluan lalu kembali kearah semula.
Para
pejuang kita mendekati kedua truk ternyata bak truk terdepan penuh darah dan
ada 2 pucuk karaben Kirop, diam-diam sepucuk diambil oleh anggota Banteng
Cimahi sepucuk lagi diambil oleh anggota Regu Belayar dari Kompi Daeng.
Seorang
anggota dari Banteng Cimahi mantan tentara Sekutu/ Inggris kebangsaan India
menghidupkan mesin truk setelah mesinya hidup diserahkan kepada Endang anggota
Regu Belayar kemudian dikemudikan dibawa ke Citeureup. Sedangkan truk yang
satunya lagi dikerumuni anggota BARA dan anggota Detasemen Abdul Hamid yang
ternyata isi truk itu berisi beberapa stel seragam lalu dibagi rata kepada
empat pasukan pejuang yang ikut menghadang.
MELUCUTI API (Angkatan Pemuda Indonesia)
Masih terjadi pada bulan Februari 1946, sesuai
perintah Kompi Daeng melucuti API di Tagog Apu merampas 5 pucuk senjata karaben
kemudian API di bubarkan.
GUGURNYA DOKTER DUSTIRA
Kompi Daeng kemudian diperintahkan menuju
Ngamprah, Gedunglima depan Statsiun Kereta Api Padalarang, disini pula
kedudukan Markas Resimen 9.
Keesokan
harinya Padalarang dan sekitarnya termasuk Gedung Lima mendapat gempuran meriam
tentara Sekutu/ Inggris dari Cimahi selama kurang lebih satu jam. Kerugian kita
seorang dokter Resimen gugur, dokter Dustira.
PERISTIWA PENCEGATAN DI GUNUNG MASIGIT
Setelah
Kompi Daeng mendapatkan senjata
sebagian hasil anggotanya "anak kolong" dan tambahan dari rampasan
kelopok API juga hasil pertempuran di Cibuntu, bertugas mencegat convooi
tentara Sekutu/ Inggris ditempat strategis Gunung Masigit. Kekuatan ternyata
tidak seimbang, tentara Sekutu/ Inggris yang dicegat ini ternyata berkekuatan 1
Batalyon Infantri diperkuat puluhan Tank, Artileri yang ditempatkan di Cimahi.
Salah
seorang anggota Kompi Daeng yang
bernama Endang Suwita yang posisinya ketika itu masih dipinggir jalan belum
sempat naik ke tempat steling seperti anggota Kompi lainnya diatas jalan tewas
tertembak. Dengan disaksikan anggota lainnya yang menempati diatas jalan dan
tidak mampu menolong atau mengangkat keatas karena ditekan dengan tembakan
senapan mesin yang gencar dari musuh, mayat Endang Suwita digusur tentara
Sekutu/ Inggris kemudian digilas tank baja.
Karena
pertempuran sengit yang tidak seimbang Kompi
Daeng mundur ketempat yang lebih tinggi lagi, selanjutnya setelah convooi
berjalan lagi menuju Cimahi, mayat Endang Suwita dinyatakan hilang.
MEMBANTU POLISI UNTUK KEAMANAN DAN KETERTIBAN
Laporan
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah Ngamprah diterima Wedana
Sabri dilaporkan bahwa gerombolan pengacau keamanan Suma telah bertindak
merugikan masyarakat yang sedang membantu menegakan dan mempertahankan
kemerdekaan dari gangguan Belanda yang membonceng tentara Sekutu/ Inggris
hingga membentuk tentaranya yang dikenal tentara Andjing NICA. Pihak gerombolan
Suma di Nagmprah bukan membantu berjuang mengusir perongrong kemerdekaan RI malah
merampok harta rakyat dan membunuh rakyat yang tidak mau menyerahkan hartanya.
Wedana
Cimahi Sabri meminta bantuan dari Kompi Daeng untuk membantu Polisi Negara
Cimahi dalam melaksanakan keamanan dan ketertiban, karena Polisi Cimahi telah
terbagi kekuatannya untuk menumpas gerombolan garong di tiga tempat yang luas
wilayahnya, seperti : gerombolan Suma di daerah Ngamprah, gerombolan Bakri
didaerah Pasirlangu dan sekitarnya dan gerombolan Suta disekitar Ciledug hingga
utara Ngamprah.
Pasukan
Kompi Daeng membantu pasukan Polisi yang dipimpin oleh S. Wardoyo menuju
Ngamprah, basis gerombolan Suma.
DARI CIMAHI SEBELAH UTARA KE FRONT CIMAHI SELATAN
Akhir
Maret 1946 situasi dan kondisi Cimahi sangat genting, lebih kurang sejak
pertengahan Maret 1946 pejuang-pejuang di Cimahi sering mendapatkan gempuran
mortir dan meriam tentara musuh, sedangkan pihak pejuang lebih sering lagi
menyerang penghuni kampemen terutama pada malam hari. Karena kekuatan pasukan
pejuang lebih besar berada disebelah utara kampemen daripada arah lain, dapat
melakukan penyerangan hingga mendekati kubu musuh di pertigaan ujung jalan
Gedung Empat sebelah timur (Subdenpom)
dan ujung Jalan Gedung Empat sebelah barat di Segitiga Pasar Antri.
Bersama
pasukan lainnya Kompi Daeng terlibat
dalam penyerangan ini, antara lain dengan Detasemen Abdul Majid.
Akhirnya
pada jam 04.00 akhir Maret 1946 setelah semalam penuh kampemen Cimahi yang
dihuni tentara Sekutu/ Inggris dan Tentara NICA diserang dan dikurung pasukan
Pejuang Cimahi. Disekitar Gang Rangsom, Gang Lurah (Gang Kapten Isha), Gang
Sobari, Gang Balong, Kebon Kalapa, Kebon Kembang, Kalidam, Baros, Nyontrol,
Contong, Jalan Cibeber sekarang, deretan toko-toko di jalan Raya Tagog dibumi
hanguskan, terdengarlah dentuman-dentuman mortir dan meriam musuh yang
diarahkan ke semua arah Cimahi.
Setelah
beberapa jam istirahat menembakannya, sementara itu dengan didahului tank-tank
tentara NICA dibantu tentara Sekutu/ Inggris, tentara Jepang juga dipaksa ikut
membantu gerakan tentara NICA. Terlihat pula segolongan P.A.T lengkat
bersenjata yang anggotanya terdiri daru golongan yang ketika kampemen sering
diserang pejuang, malah golongan ini masuk ke kamp, sekarang waktu tentara NICA
menyerang pejuang kita mereka (P.A.T) ikut serta. Keluarlah dari sarangnya.
Kekuatan persenjataan pasukan pejuang tidak seimbang dengan musuh yang
dihadapi, tentara-tentara musuh yang berpengalaman dalam perang di Eropa.
Pasukan pejuang kita mengundurkan diri sambil memberikan perlawanan kearah yang
telah direncanakan semula. Begitu pula Kompi Daeng pada peristiwa ini tidak
mengalami kerugian apapun baik anggota maupun senjata.
Kompi Daeng menuju Padalarang bergabung dengan
Kompi lainnya dalam jajaran Detasemen Momon, karena markas Resimen 9 telah
lebih dahulu mundur ke Cililin jadilah terputus hubungannya dengan Detasemen
Momon.
Sesuai
perintah yang diterima seluruh anggota Detasemen Momon dengan naik kereta api
dari Padalarang menuju Soreang lewat Cikampek, Cirebon, Kroya, Cicalengka.
Tidak mungkin memakai jalan Raya Cililin karena sepanjang jalan itu telah
dikuasai musuh. Komandan Detasemen Momon terluka dan dirawat di RS Purwakarta.
Perjuangan
dengan Kereta Api hanya sampai Cicalengka, kemudian meneruskan perjalanannya
dengan berjalan kaki menuju Soreang lalu ke Cililin selanjutnya ditugaskan di
front Bandung Selatan dan Cimahi Selatan sejak daerah Cilampeni Katapang sampai
ke Cipatik sepanjang kali Citarum sisi selatan.
BATALYON DAENG
Terbentuknya Batalyon 25 dan menjabat sebagai Komandan Batalyon 25 yang dikenal sebagai Batalyon Daeng.
Lebih
kurang bulan Mei 1946 Detasemen 9 Momon telah berkedudukan di Cililin. Resimen
9 melakukan Re-Ra pertama, antara lain Kapten
Daeng Muhammad Ardiwinata dan
Kapten Hasan Kosasih di mutasikan ke Batalyon V/ Kohar kemudian Kapten Daeng
dimutasikan kembali ke Batalyon III/ Surjo.
Susunannya
adalah sebagai berikut :
- Komandan Batalyon : Surjo
- Kepala Staf : ?
- Komandan Kompi I : Momon
- Komandan Kompi II : Sutisna
- Komandan Kompi III : R. Moh. Syafei
- Komandan Kompi IV : Daeng Muhammad Ardiwinata
Komandan
Batalyon menderita sakit setelah pertempuran di Cilampeni, jabatan Komandan
Batalyon diserahkan kepada Komandan Kompi I Momon. Kemudian jabatan Batalyon
diserah terimakan kepada Komandan Kompi IV Kapten
Daeng Muhammad Ardiwinata karena Komandan Batalyon Kapten Momon berangkat
ke Jogyakarta.
Batalyon
III akhirnya mendapat tanda pengenal baru : Batalyon 25, setelah Resimen 8 dan
Resimen 9 dilebur menjadi BRIGADE GUNTUR
II SILIWANGI.
Setelah
dengan liku perjuangannya Kompi Daeng
yang dikenal sejak perjuangannya di Cimahi yang terbanyak anggotanya "anak
kolong" anu tukang ngolo mamang-mamang na KNIL tukang maok bedil (tukang
ngerayu oom-oom KNIL mencuri senapan) tidak lagi terdengar, raib hilang lenyap
entah kemana.
Nanti
dulu !
Leungit
lain leungit saleungit-leungitna, tapi jadi "MAUNG SILIWANGI" nu
tangguh. (Hilang bukan karena hilang begitu saja, tapi menjadi MACAN
SILIWANGI" yang tangguh"). Muncul menjadi BATALYON DAENG, itu sebutan umumnya ketika itu karena tidak dikenal
tanda pengenalnya. Sebutan untuk kesatuan atau pasukan ialah sebutan nama
Komandannya.
Secara
kebetulan sekali walaupun Kapten Daeng
Muhammad Ardiwinata pernah di mutasikan ke Batalyon V/ Kohar akhirnya
dimutasikan ke Batalyon III/ Surjo yang terbanyak berasal dari jajaran
Detasemen 9/ Momon yang juga mantan Kompi
Daeng yang anggotanya dulu ketika Prahara Cimahi bersama-sama mengalami
"pait peuheurna" menegakan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Bersama mengalami "ti mimiti ngan boga peureup jeung samangat
kahayang merdeka wungkul hingga punya bedil yang lumayan". Sekarang
bertemu lagi antara bapak dan anak-anaknya, Selamat bertemu lagi Pak.
"Hayu urang babarengan jeung dulur-dulur Maung Siliwangi sejena, urang
tanjeurkeun kamerdekaan, urang usir nu ngarongrong kamerdekaan Indonesia, ku
jalan kumaha oge. Pan urang mah geus boga conto, tina ngan boga peureup ayeuna
lumayan geus boga bedil. Hayu urang babarengan, dur panjak urang padungdung,
lalakon lila keneh".
Begitulah
kira-kira getar dalam hati para pejuang kita asal "anak kolong" yang
bertemu lagi dengan bapaknya.
Selanjutnya
Batalyon 25/ Daeng ditugaskan sebagai Batalyon Cadangan Brigade Guntur II
Siliwangi.
Ketika
Belanda melakukan apa yang mereka sebut dengan Politioneele Actie sedang pihak
Indonesia menyebutnya dengan Perang Kemerdekaan I tanggal 21 Juli 1947 Batalyon Daeng diperintahkan memperkuat
garis pertahanan di Cikalong, Kiangroke, Ciluncat, Babakan Cianjur dan Markas
Batalyon di Cikuda.
Saat
Belanda menyerang front Banjaran yang dipertanggungjawabkan kepada Batalyon 23/
Totong Sahri, tidak dapat menahan serangan musuh karena tidak seimbang
persenjataanya. Tentara Belanda terus bergerak tidak melalui pertahanan Batalyon 25/ Daeng tetapi memotong
dibelakang pertahanan terus maju dan menduduki COP Brigade Guntur II di
Lamajang dan berhasil menawan Kepala Staf Brigade Kapten Daeng Kosasih dan
Letnan Entang Rukmana.
Batalyon 25/ Daeng terkepung, sambil mengadakan
perlawanan dan melakukan gerakan mundur, diperintahkan mundur ke selatan untuk
beralih kepada perang gerilya menuju Pangalengan, Cileunca, Cukul, Cilaki,
daerah Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut, Cisewu.
Kemudian
ditugaskan digaris pertahanan Arjuna, Sumbadra dan Pakenjeng sebelah timur Bungbulang
Kabupaten Garut.
Sesuai
perintah Batalyon 25/ Daeng
melepaskan daerah yang diduduki dan dipertahankan untuk menyusup ke belakang
daerah musuh :
- Kompi I dengan beberapa anggota Staf Batalyon menyusup ke daerah Cikalong, Banjaran.
- Kompi II dan IV dengan beberapa anggota Staf menyusup ke daerah Maruyung, Ciparay Majalaya.
- Kompi III dan Kompi Cadangan ditempatkan di daerah Caringin-Bihbul Kecamatan Cisewu.
- COP (Commando Post) Batalyon berkedudukan di Cimanggu-Cisewu.
Sesuai
perintah Pemerintah Republik Indonesia Batalyon
25/ Daeng ditarik untuk hijrah ke daerah Republik.
Kantung perjuangan di Ciwidey siap berangkat Hijrah |
sumber :
Prahara Cimahi Pelaku dan Peristiwa (Mayor Purn. S.M Arief : 1989)
Kang maaf, tulisan ini bersumber darimana?
BalasHapusPrahara Cimahi Pelaku dan Peristiwa (Mayor Purn. S.M Arief : 1989)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus