Bandung Was
“Pentagon”
Was, dalam bahasa inggris, merujuk pada
frame waktu masa lampau. Jadi, Bandung was “Pentagon”, artinya
Bandung di masa lalu adalah “Pentagon”.
Bandung merupakan “kunci” terakhir
pemerintahan sipil dan pertahanan militer Hindia Belanda sebelum jatuh ke
tangan Jepang, di mana terdapat Departement van Oorlog/ DVO
(Departemen Peperangan), semacam “Pentagon” nya Amerika Serikat. Panglima
atau Legercommandant Koninklijke Nederlands-Indische Leger/KNIL
berkedudukan di Bandung. Bahkan sejak akhir Februari 1942, Gubernur Jendral
(terakhir) Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh dan para pembesar
pemerintahan sudah memindahkan pusat pemerintahannya ke Bandung.
Itulah mengapa pada PD II, bala tentara
Jepang dalam rangka menaklukkan Belanda menyerbu Bandung setelah
sebelumnya menduduki Batavia, dimana Belanda akhirnya menyerah setelah
keteteran menghadapi gempuran Detasemen Shoji (Jepang). Pada tanggal 8 Maret
1942, di Pangkalan Udara Kalijati (kini, Pangkalan Udara TN I-AU Suryadarma)
yang terletak sekitar 15 km arah barat kota Subang, Belanda menyerahkan
kekuasaan tanpa syarat kepada Jepang.
Penyerahan tanpa syarat, bagi Belanda
saat itu, tentu sebuah peristiwa yang amat menyakitkan dan memalukan bagi
sebuah rezim yang sudah berkuasa selama tiga setengah abad. Beberapa hari
sebelumnya, Belanda sempat meloloskan para pembesar sipil dan militernya
seperti; H.J van Mook, Van der Plas, bekas Komandan KNIL Jendral Mayor Van Oyen
dan Komandan Dinas Intelejen Kapten Spoor. Pelarian tersebut dilakukan dengan
pesawat terbang melalui Jalan Buahbatu yang saat itu dijadikan landasan pacu.
Malam hari setelah penyerahan kekuasan,
penyiar Radio Nirom Nederlands Indische Radio omproep di
Bandung menyiarkan kata-kata terakhir dengan nada tanpa semangat: ” Wijgaan
nu sluiten. Vaarwel tot bateretijden. Leve de Koningin”. Artinya: ” Tibalah
saatnya sekarang kita tutup (siaran). Sampai waktu-waktu yang lebih baik. Hidup
Sang Ratu.” Lantas, siaran terputus, suasana menjadi sunyi dan mencekam.
Keputusan menjadikan Bandung semacam ”
Pentagon “, bukan tanpa alasan. Pada tahun 1811, Inggris di bawah pimpinan Lord
Minto berhasil mengalahkan Belanda dengan menyerbu Pulau Jawa melalui laut.
Maka, untuk mengantisipasi serangan serupa, Belanda memindahkan kekuatan militer
dan perlengkapannya ke daerah pedalaman. Dan, Bandung menjadi pilihan,
alasannya; dari segi ekonomi, peran Kota Bandung dan umumnya Dataran Tinggi
Priangan sangat strategis.
Kota Bandung merupakan pusat kegiatan
ekonomi perkebunan, terutama kopi, teh, dan kina yang amat menopang kas
Kerajaan Belanda setelah Veregnigde Oost-Indische Company (VOC)
dibubarkan. Selain itu, dari segi keamanan, keberadaan Belanda di daerah
Priangan selama itu tidak pernah terganggu. Kekuasaan Sultan Cirebon di daerah
utara Priangan sudah sejak 1809 ” dipreteli” oleh Gubernur Jendral daendels.
Pemindahan pusat pertahanan militer
Belanda ke Bandung mulai berlangsung sejak menjelang akhir abad ke 19 dan
mencapai puncaknya pada dasawarsa pertama abad ke 20, menjelang terjadinya PD I.
Yang pertama-tama dibangun adalah pusat garnezun di Cimahi pada tahun 1885,
yang hingga kini masih dapat disaksikan jika kita pergi ke Cimahi. Di sisi
Jalan Gedong Delapan terdapat bangunan-bangunan tua yang dulu dijadikan tempat
tinggal para perwira.
Bangunan yang kini menjadi Rumah Sakit Dustira dibangun
pada 1887, yang kemudian diperluas. Dibangun pula lapangan tembak di Gedung
Bohong, untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan para serdadu. Disebut
Gedong Bohong karena suara dar-der-dor di sana adalah suara
yang berasal dari senjata yang ditembakkan dalam perang bohong-bohongan. Pada
tahun 1908, dibangun gereja St. Ignatius dengan Pastor J.Kremer yang ditugaskan
melayani umat. Gereja tersebut merupakan Gereja pertama di Cimahi.
Pusat Garnizun Cimahi dilengkapi dengan
penjara militer di daerah poncol. Di atas pintu gerbang penjara militer
tersebut tertulis “Anno 1886″. Selain penjara, juga terdapat tangsi, lengkap
dengan fasilitas penyediaan air bersih. Tanah kuburan terletak di daerah
Leuwigajah, penduduk setempat menyebut kerkof (kerkhoff), kuburan.
Pada tahun 1898, pabrik amunisi di
Madiun dan pabrik senjata Artillerie Constructie Winkel (ACW)
di Surabaya, yang merupakan pabrik mesin pemerintah dipindahkan ke Bandung,
industri tersebut pada tahun 1811 memperkerjakan sekitar 1.275 orang. Setelah
pindah ACW kemudian berubah menjadi Artillerie Inrichtingen (AI),
yang merupakan cikal bakal PT. Pindad, yang letaknya di daerah Kiaracondong.
“Pentagon” Hindia Belanda, sebenarnya
sudah lebih dulu dimulai dengan pembangunan gedung Departement van
Oorlog/ DVO (Departemen Peperangan) tahun 1908, di atas lahan seluas 0,7
hektar. Masyarakat setempat menjuluki gedung tersebut Gedong Sabau. Sabau
artinya satu bau, yaitu ukuran luas tanah/sawah yang digunakan masyarakat Sunda
Priangan yang luasnya 0,7 hektar. DVO pindah dari Weltevreden (Gambir) ke
Bandung pada tahun 1916. Dua tahun sebelumnya, Belanda telah menyiapkan Andir
sebagai pangkalan udara militer, yang kini menjadi Bandar Udara Husein
Sastranegara.
Sejarah mencatat, pangkalan udara Andir
menjadi tempat lahirnya industri pesawat terbang Indonesia pertama yang
dirintis oleh Nurtanio Pringgoadisurya. Peristiwa ini ditandai dengan pembuatan
pesawat yang diberi nama “Si Kumbang” yang diterbangkan pertama kali pada
tanggal 1 Agustus 1954. Nurtanio adalah sosok yang tidak kenal lelah membangun
industri pesawat terbang nasional yang tangguh. Namun, dia gugur dalam sebuah
kecelakaan pesawat udara bersama Pangkorud Kalimantan, Kolonel Pnb. Soepadio
sewaktu melakukan local flight dengan pesawat Aero 45 buatan Cekoslovakia.
Untuk menghargai usahanya, namanya
diabadikan pada lembaga yang pernah dipimpinnya menjadi Lembaga Industri
Penerbangan ” Nurtanio” (Lipnur) yang sekaligus menjadi modal dasar
Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN). Namun sejak tahun 1986, namanya
dihilangkan. IPTN menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara. Dan sejak tahun
2000, IPTN berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia.
Gedong Sabau yang terletak di jalan
kalimantan, dijadikan gedung Detasemen markas (Denma) Kodam III/Siliwangi,
dengan gaya arsitektur yang unik gedung bekas Depatement van oorlog itu
mudah dikenali. Sementara di seberang gedung tersebut terdapat Taman Lalu
Lintas ” Ade Irma Suryani Nasution”. Di seberang utara terdapat bangunan yang
kini dijadikan Markas Komando Daerah Militer (Makodam) III/ Siliwangi.
Sebelumnya adalah Paleis Legercommandant, tempat kediaman Panglima
Angkatan Perang Hindia belanda.
Di sisi barat jalan Sumatra, terdapat
bangunan yang dijadikan rumah dinas para perwira dibangun lebih awal yang kini
ditempati Keuangan Pusat II, Direktorat Keuangan Angkatan Darat. Di sebelahnya
terdapat bangunan yang ditempati Paguyuban Pasundan. Pada deretan berikutnya
yang ditempati Bagian Hukum Kodam (Kumdam), pernah dijadikan tangsi Markas
Batalion Genie Pioner Teritorium III/Siliwangi. Sementara di sebelahnya pernah
ditempati Staf Teritorial dan Penerangan Kodam.
Karena fasilitas militernya yang
lengkap, pada saat-saat terakhir kejatuhan pemerintah Hindia belanda kota Bandung
dijadikan tempat pengungsian besar-besaran. Selain penduduk sipil,
pejabat-pejabat penting pemerintahan berbondong-bondong mengungsi ke kota ini,
termasuk Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborg.
Bahkan sejumlah barang-barang berharga
yang menjadi koleksi Bataviaasch Genootschap (kini Museum
nasional), pada bulan Agustus 1942 berusaha diselamatkan ke Bandung untuk
kemudian dikirim ke Australia. Tetapi, sebelum sempat dipindahkan, pada
November 1942, Konoshita yang bertugas memimpin museum meminta agar
barang-barang tersebut dikembalikan.
Skenario evakuasi besar-besar dari Bandung,
baik manusia maupun barang sangat diumungkinkan karena sejak tanggal 1 November
1894, kota ini dihubungkan jalur kereta api dengan Cilacap. Dengan menggunakan
kereta api, pasukan tentara Belanda yang ada di Bandung dan Cimahi diangkut
untuk selanjutnya dipindahkan ke kapal laut. Itulah mengapa Cilacap dibangun
menjadi pelabuhan samudra di selatan Pulau Jawa.
Dalam sistem pertahanan nasional dewasa
ini, peranan Kota Bandung dan Cimahi cukup penting. Bandung dan Cimahi memiliki
pusat-pusat pendidikan dan kecabangan TNI-AD, sehingga selama ini keduanya
dikenal sebagai “Kota Hijau”.
Di Kota Bandung terdapat pusat-pusat
pendidikan TNI seperti :
- Pusat Kesenjataan Infantri dan Pusat Pendidikan Infantri TNI-AD,
- Pusat Kavaleri (Puskav) TNI-AD,
- Komando Pendidikan dan Pelatihan (Kodiklat) TNI-AD,
- Sekolah Staf Komando TNI-AD (Seskoad), dan
- Sekolah Staf Komando ABRI (Sesko ABRI),
- Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI-AD.
Lembaga pendidikan di Kabupaten Bandung
antara lain di Lembang antara lain :
- Sekolah Staf dan Komando TNI-AU (Seskoau)
- Sekolah Staf Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia (Sespimpolri)
- Pusat Pendidikan Korps Wanita TNI-AD (Pusdik Kowad)
Pusat -pusat pendidikan di Cimahi adalah,
- Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom),
- Pusat Pendidikan Artileri Medan (PusdikArmed),
- Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub),
- Pusat Pendidikan Pembekalan Angkutan (Pusdikbekang),
- Pusat Pendidikan Perlengkapan (Pusdikpal),
- Pusat Pendidikan Infantri (Pusdikif)
- Pusat Kesenjataan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar