Selasa, 25 Juni 2013

PENTAGON VAN BANDOENG


Bandung Was “Pentagon”

Was, dalam bahasa inggris, merujuk pada frame waktu masa lampau. Jadi, Bandung was “Pentagon”, artinya Bandung di masa lalu adalah “Pentagon”.

Bandung merupakan “kunci” terakhir pemerintahan sipil dan pertahanan militer Hindia Belanda sebelum jatuh ke tangan Jepang, di mana terdapat Departement van Oorlog/ DVO (Departemen Peperangan), semacam “Pentagon” nya Amerika Serikat. Panglima atau Legercommandant Koninklijke Nederlands-Indische Leger/KNIL berkedudukan di Bandung. Bahkan sejak akhir Februari 1942, Gubernur Jendral (terakhir) Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh dan para pembesar  pemerintahan sudah memindahkan pusat pemerintahannya ke Bandung.

Itulah mengapa pada PD II, bala tentara Jepang dalam rangka menaklukkan Belanda  menyerbu Bandung setelah sebelumnya menduduki Batavia, dimana Belanda akhirnya menyerah setelah keteteran menghadapi gempuran Detasemen Shoji (Jepang). Pada tanggal 8 Maret 1942, di Pangkalan Udara Kalijati (kini, Pangkalan Udara TN I-AU Suryadarma) yang terletak sekitar 15 km arah barat kota Subang,  Belanda menyerahkan kekuasaan tanpa syarat kepada Jepang.

Penyerahan tanpa syarat, bagi Belanda saat itu, tentu sebuah peristiwa yang amat menyakitkan dan memalukan bagi sebuah rezim yang sudah berkuasa selama tiga setengah abad. Beberapa hari sebelumnya, Belanda sempat meloloskan para pembesar sipil dan militernya seperti; H.J van Mook, Van der Plas, bekas Komandan KNIL Jendral Mayor Van Oyen dan Komandan Dinas Intelejen Kapten Spoor. Pelarian tersebut dilakukan dengan pesawat terbang melalui Jalan Buahbatu yang saat itu dijadikan landasan pacu.

Malam hari setelah penyerahan kekuasan, penyiar Radio Nirom Nederlands Indische Radio omproep di Bandung menyiarkan kata-kata terakhir dengan nada tanpa semangat: ” Wijgaan nu sluiten. Vaarwel tot bateretijden. Leve de Koningin”. Artinya: ” Tibalah saatnya sekarang kita tutup (siaran). Sampai waktu-waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu.”  Lantas, siaran terputus, suasana menjadi sunyi dan mencekam.

Keputusan menjadikan Bandung semacam ” Pentagon “, bukan tanpa alasan. Pada tahun 1811, Inggris di bawah pimpinan Lord Minto berhasil mengalahkan Belanda dengan menyerbu Pulau Jawa melalui laut. Maka, untuk mengantisipasi serangan serupa, Belanda memindahkan kekuatan militer dan perlengkapannya ke daerah pedalaman. Dan, Bandung menjadi pilihan, alasannya; dari segi ekonomi, peran Kota Bandung dan umumnya Dataran Tinggi Priangan sangat strategis.

Kota Bandung merupakan pusat kegiatan ekonomi perkebunan, terutama kopi, teh, dan kina yang amat menopang kas Kerajaan Belanda setelah Veregnigde Oost-Indische Company (VOC) dibubarkan. Selain itu, dari segi keamanan, keberadaan Belanda di daerah Priangan selama itu tidak pernah terganggu. Kekuasaan Sultan Cirebon di daerah utara Priangan sudah sejak 1809 ” dipreteli” oleh Gubernur Jendral daendels.

Pemindahan pusat pertahanan militer Belanda ke Bandung mulai berlangsung sejak menjelang akhir abad ke 19 dan mencapai puncaknya pada dasawarsa pertama abad ke 20, menjelang terjadinya PD I. Yang pertama-tama dibangun adalah pusat garnezun di Cimahi pada tahun 1885, yang hingga kini masih dapat disaksikan jika kita pergi ke Cimahi. Di sisi Jalan Gedong Delapan terdapat bangunan-bangunan tua yang dulu dijadikan tempat tinggal para perwira. 

Bangunan yang kini menjadi Rumah Sakit Dustira dibangun pada 1887, yang kemudian diperluas. Dibangun pula lapangan tembak di Gedung Bohong, untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan para serdadu. Disebut Gedong Bohong karena suara dar-der-dor di sana adalah suara yang berasal dari senjata yang ditembakkan dalam perang bohong-bohongan. Pada tahun 1908, dibangun gereja St. Ignatius dengan Pastor J.Kremer yang ditugaskan melayani umat. Gereja tersebut merupakan Gereja pertama di Cimahi.

Pusat Garnizun Cimahi dilengkapi dengan penjara militer di daerah poncol. Di atas pintu gerbang penjara militer tersebut tertulis “Anno 1886″. Selain penjara, juga terdapat tangsi, lengkap dengan fasilitas penyediaan air bersih. Tanah kuburan terletak di daerah Leuwigajah, penduduk setempat menyebut kerkof (kerkhoff), kuburan.

Pada tahun 1898, pabrik amunisi di Madiun dan pabrik senjata Artillerie Constructie Winkel (ACW) di Surabaya, yang merupakan pabrik mesin pemerintah dipindahkan ke Bandung, industri tersebut pada tahun 1811 memperkerjakan sekitar 1.275 orang. Setelah pindah ACW kemudian berubah menjadi Artillerie Inrichtingen (AI), yang merupakan cikal bakal PT. Pindad, yang letaknya di daerah Kiaracondong.

“Pentagon” Hindia Belanda, sebenarnya sudah lebih dulu dimulai dengan pembangunan gedung Departement van Oorlog/ DVO (Departemen Peperangan) tahun 1908, di atas lahan seluas 0,7 hektar. Masyarakat setempat menjuluki gedung tersebut Gedong Sabau. Sabau artinya satu bau, yaitu ukuran luas tanah/sawah yang digunakan masyarakat Sunda Priangan yang luasnya 0,7 hektar. DVO pindah dari Weltevreden (Gambir) ke Bandung pada tahun 1916. Dua tahun sebelumnya, Belanda telah menyiapkan Andir sebagai pangkalan udara militer, yang kini menjadi Bandar Udara Husein Sastranegara.

Sejarah mencatat, pangkalan udara Andir menjadi tempat lahirnya industri pesawat terbang Indonesia pertama yang dirintis oleh Nurtanio Pringgoadisurya. Peristiwa ini ditandai dengan pembuatan pesawat yang diberi nama “Si Kumbang” yang diterbangkan pertama kali pada tanggal 1 Agustus 1954. Nurtanio adalah sosok yang tidak kenal lelah membangun industri pesawat terbang nasional yang tangguh. Namun, dia gugur dalam sebuah kecelakaan pesawat udara bersama Pangkorud Kalimantan, Kolonel Pnb. Soepadio sewaktu melakukan local flight dengan pesawat Aero 45 buatan Cekoslovakia.

Untuk menghargai usahanya, namanya diabadikan pada lembaga yang pernah dipimpinnya menjadi Lembaga Industri Penerbangan ” Nurtanio” (Lipnur) yang sekaligus menjadi modal dasar  Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN). Namun sejak tahun 1986, namanya dihilangkan. IPTN menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara. Dan sejak tahun 2000, IPTN berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia.

Gedong Sabau yang terletak di jalan kalimantan, dijadikan gedung Detasemen markas (Denma) Kodam III/Siliwangi, dengan gaya arsitektur yang unik gedung bekas Depatement van oorlog itu mudah dikenali. Sementara di seberang gedung tersebut terdapat Taman Lalu Lintas ” Ade Irma Suryani Nasution”. Di seberang utara terdapat bangunan yang kini dijadikan Markas Komando Daerah Militer (Makodam) III/ Siliwangi. Sebelumnya adalah Paleis Legercommandant, tempat kediaman Panglima Angkatan Perang Hindia belanda.

Di sisi barat jalan Sumatra, terdapat bangunan yang dijadikan rumah dinas para perwira dibangun lebih awal yang kini ditempati Keuangan Pusat II, Direktorat Keuangan Angkatan Darat. Di sebelahnya terdapat bangunan yang ditempati Paguyuban Pasundan. Pada deretan berikutnya yang ditempati Bagian Hukum Kodam (Kumdam), pernah dijadikan tangsi Markas Batalion Genie Pioner Teritorium III/Siliwangi. Sementara di sebelahnya pernah ditempati Staf Teritorial dan Penerangan Kodam.

Karena  fasilitas militernya yang lengkap, pada saat-saat terakhir kejatuhan pemerintah Hindia belanda kota Bandung dijadikan tempat pengungsian besar-besaran. Selain penduduk sipil, pejabat-pejabat penting pemerintahan berbondong-bondong mengungsi ke kota ini, termasuk Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborg.

Bahkan sejumlah barang-barang berharga yang menjadi koleksi Bataviaasch Genootschap (kini Museum nasional), pada bulan Agustus 1942 berusaha diselamatkan ke Bandung untuk kemudian dikirim ke Australia. Tetapi, sebelum sempat dipindahkan, pada November 1942, Konoshita yang bertugas memimpin museum meminta agar barang-barang tersebut dikembalikan.

Skenario evakuasi besar-besar dari Bandung, baik manusia maupun barang sangat diumungkinkan karena sejak tanggal 1 November 1894, kota ini dihubungkan jalur kereta api dengan Cilacap. Dengan menggunakan kereta api, pasukan tentara Belanda yang ada di Bandung dan Cimahi diangkut untuk selanjutnya dipindahkan ke kapal laut. Itulah mengapa Cilacap dibangun menjadi pelabuhan samudra di selatan Pulau Jawa.

Dalam sistem pertahanan nasional dewasa ini, peranan Kota Bandung dan Cimahi cukup penting. Bandung dan Cimahi memiliki pusat-pusat pendidikan dan kecabangan TNI-AD, sehingga selama ini keduanya dikenal sebagai “Kota Hijau”.

Di Kota Bandung terdapat pusat-pusat pendidikan TNI seperti :

  •         Pusat Kesenjataan Infantri dan Pusat Pendidikan Infantri TNI-AD,
  •     Pusat Kavaleri (Puskav) TNI-AD,
  •      Komando Pendidikan dan Pelatihan (Kodiklat) TNI-AD,
  •         Sekolah Staf Komando TNI-AD (Seskoad), dan
  •          Sekolah Staf Komando ABRI (Sesko ABRI),
  •         Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI-AD.

Lembaga pendidikan di Kabupaten Bandung antara lain di Lembang antara lain :

  •       Sekolah Staf dan Komando TNI-AU (Seskoau)
  •       Sekolah Staf Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia (Sespimpolri)
  •       Pusat Pendidikan Korps Wanita TNI-AD (Pusdik Kowad)

Pusat -pusat pendidikan di Cimahi  adalah,

  •       Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom),
  •       Pusat Pendidikan Artileri Medan (PusdikArmed),
  •       Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub),
  •       Pusat Pendidikan Pembekalan Angkutan (Pusdikbekang),
  •       Pusat Pendidikan Perlengkapan (Pusdikpal),
  •       Pusat Pendidikan Infantri (Pusdikif)
  • Pusat Kesenjataan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar