Selasa, 09 Juli 2024

Long March Brigade Guntur


Pada tanggal 9 Nopember 1948 Panglima Besar Soedirman mengeluarkan Instruksi No. 1 yang dikenal dengan “PERINTAH SIASAT NO. 1” yang memerintahkan pasukan Siliwangi untuk bergerak dari kedudukannya guna melakukan gerakan Militer kembali ke Jawa Barat.

Belum lagi pasukan Siliwangi melepaskan lelahnya setelah melaksanakan operasi penumpasan terhadap PKI Muso, tiba-tiba saja pihak Belanda melancarkan agresi Militer ke II terhadap Ibu Kota RI Yogyakarta.

Pihak Belanda mengatakan kepada Komisi Jasa PBB, bahwa pihaknya mulai tanggal 19 Desember 1948 pukul 00.00 waktu Jakarta, tidak lagi merasa terikat oleh perjanjian Renville yang sebenarnya telah begitu menguntungkan pihaknya.

Pada tanggal 19 Desember 1948 sekitar pukul 05.30 lapangan terbang Maguwo dibom oleh pesawat-pesawat pembom MITCHEL B-25 yang diikuti penerjunan satu Batalyon Pasukan Baret Hijau Belanda yang ditugaskan untuk merebut lapangan tersebut.
Belanda mengerahkan sejumlah kurang lebih 135.600 orang Tentara dengan perlengkapan modern bantuan dari “Marshal Plan” Amerika-Serikat.

Tujuan agresi Belanda ke-II itu adalah untuk menghancurkan segala potensi Republik atau melumpuhkannya. Untuk menghadapi taktik licik Belanda tersebut Panglima Besar Soedirman mengeluarkan instruksi.

Instruksi Panglima Besar No. 1 yang memerintahkan pasukan Siliwangi segera bergerak dari kedudukannya masing-masing menuju ke daerah masing-masing yang telah ditetapkan di Jawa Barat.

Adanya perintah untuk bergerak kembali ke kampung halamannya yang sudah sekian lama ditinggalkan dan dirindukan maka keadaan tersebut disambut dengan penuh kegembiraan diselingi rasa keharuan yang sangat mendalam sekali. Dengan demikian pada akhir tahun 1948 mulai bergeraklah si Anak Rantau Siliwangi ke tempat asalnya di Jawa-Barat.

Pada tanggal 19 Desember 1948 bergeraklah si Anak Rantau Siliwangi kembali ke Jawa Barat, peristiwa ini kemudian dikenal dengan sebutan “Long March Siliwangi”, suatu perjalanan yang penuh dengan duka derita, tetapi penuh nuansa heroik-patriotik.

Dalam perjalanan kembali ke Jawa Barat, pasukan Siliwangi tidak memiliki bekal makanan sedikitpun, jadi untuk makan sekian banyaknya orang, hanya mengandalkan pemberian penduduk yang dengan secara ikhlas mau membantu memberikan makanan apa adanya seperti nasi tambah sambel goang, ubi/ singkong atau oyek.

Rencana Long March Siliwangi telah disusun rapih dan sudah disalurkan berupa perintah hingga tingkat Batalyon sebagai berikut :
  1. Brigade Sadikin menuju Jawa Barat sebelah utara.
  2. Brigade Syamsu menuju daerah Tasikmalaya, Garut dan Ciamis.
  3. Brigade Kusno Utomo menuju daerah Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Bogor.
  4. Batalyon Ahmad Wiranatakusumah bertugas sebagai pengawal Staf Divisi Siliwangi dan berangkat paling akhir.

ROUTE

Pada umumnya gerakan kembali ke Jawa Barat, dimulai dari garis Demarkasi dan melalui 3 jalur menyusuri pantai Utara, pantai selatan dan jalur tengah.
  1. Jalur pantai Utara : Mulai dari Wonosobo, Banjarnegara, Gunung Slamet, daerah Slawi, Salam, Subang Kuningan, Gunung Ciremai, Majalengka, Sumedang, Subang, Purwakarta, Karawang dan Bekasi.
  2. Jalur Tengah : Mulai dari Wonosobo, Banjarnegara, daerah Purwokerto, Bumi Ayu, Rancah, Kawali, Sindangbarang, Pagerageng, Gunung Galunggung, Kab. Garut, Kab. Bandung, Kab. Cianjur, Kab. Sukabumi dan Bogor.
  3. Jalur pantai Selatan : Mulai dari daerah Yogya, Wates, Purworejo, Kebumen, Gombong, Kab. Cilacap daerah Kalipucang, daerah Ciamis, daerah Salopa, Kab. Tasikmalaya-Singaparna, Taraju Garut, daerah Majalaya, Cianjur, Sukabumi dan Bogor.

PERGERAKAN JALUR TENGAH DAN SELATAN

Pergerakan hijrah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah ke Jawa Barat yang meliputi kekuatan 3 Brigade dan 14 Batalyon bersama keluarga selama 11 bulan, dapat diuraikan berikut routenya sebagai berikut :

1.    Rute Brigade XII (Letkol Kusno Utomo) berikut Batalyon-batalyon
       a.  Rute Brigade XII (Letkol Kusno Utomo) + 405 Km (Mendut s/d Parigi).
       b.  Rute Batalyon (Mayor R.A. Kosasih) + 450 Km (Magelang s/d Bogor).
            -  Diperbatasan Magelang terjadi pertempuran melawan Belanda.
            -  Pemboman oleh pesawat terbang Belanda di Salem.
            -  Penjebakan yang gagal oleh DI-TII di Bantarujeg/Lemah Putih.
            -  Pengintaian/pertempuran melawan Belanda di Cileunyi.
            -  Pengintaian/pertempuran melawan Belanda di Banjaran.
       c.  Rute Batalyon II/ Kalahitam (Mayor Kemal Idris) + 420 Km (Yogya s/d Cianjur).
            -  Pemboman oleh pesawat terbang Belanda di Bantar Kawung.
            -  Pemboman oleh pesawat terbang Belanda di sekitar Gunung Ciremai.
            -  Penjebakan yang gagal oleh DI-TII di Lemahputih
            -  Pengintaian/pertempuran melawan Belanda di Leles/Cicalengka.
            -  Pengintaian/pertempuran melawan Belanda di Ciwidey.
      d.  Rute Batalyon (Mayor Achmad Wiranatakusumah) + 465 Km.(Solo s/d Malabar).
            -  Sebagai Pasukan Pengawal Staf Divisi Siliwangi.
            -  Solo – Prambanan = Jalan kaki
            -  Prambanan – Bandung = Jalan kaki.
            -  Pertempuran melawan Belanda
            -  Tiba di Tasikmalaya menuju basis Gunung Puntang.
      e.  Rute Batalyon IV (Mayor Daeng) + 375 Km (Yogya s/d Bandung).
            -  Pertempuran melawan Belanda di Wonosobo
            -  Pertempuran melawan Belanda di Kawali.

Rute Brigade XII - Letkol Kusno Utomo


2.    Rute Long March Siliwangi Brigade XIII (Letkol Sadikin)

       Berikut Batalyon-batalyonnya :

       a. Rute Brigade XIII Siliwangi (Letkol Sadikin) + 285 Km Wonosobo s/d Surian

           Sumedang.

      b. Rute Batalyon Tajimalela (Mayor Lukas K) + 540 Km (Widodaren s/d Cikampek).

           Setelah gagal dalam Operasi Penyerangan Sungai di Jembatan Kebasen   

           Rawalo kembali mengambil rute lewat Gunung Slamet menuju Jawa Barat.

-       Pertempuran melawan Belanda di Gunung Slamet.

-       Konsolidasi Batalyon sebelum Operasi Penyebrangan.

-       Posko Batalyon di Ciseuti.

c. Rute Batalyon II/Tarumanegara (Mayor Abdurrahman) + 285 Km (Wonosobo s/d Sumedang).

-       Pertempuran Si 1 / Ki 1 dari Kr. Kobar, Ki 2 didesa Kedawung, Ki 4 di Cinusa dan  Si 1 di Cinusa.

-       Serangan udara Belanda di Kaligus Gunung Slamet.

-       Kanonade sebelum Bantarkawung.
Menyerang Pos Belanda di Lemah Putih yang berkekuatan 1 Kompi lengkap dan diperkuat beberapa brencarrier. Belanda terdesak mundur dan menderita korban mati dan luka.

-    Posko Batalyon di Finish Babakan Pari Sumedang.

d. Rute Batalyon 301 / Prabu Kiansantang. + 360 Km (Banjarnegara / Purwakarta)


Rute Brigade XIII - Letkol Sadikin

3.    Rute Long March Siliwangi Brigade XIV (Letkol Syamsu) berikut Batalyon- batalyonnya.
a. Rute Brigade XIV Siliwangi (Letkol Syamsu) +/- 315 Km (Magelang s/d Ciparay Kab. Bandung).
b. Rute Batalyon Nasuhi (Mayor Nasuhi) +/- 300 Km (Magelang s/d Malangbong  Garut).
-   Di bombardir di Wonosobo (17 anggota hilang).
 -  Pertempuran melawan Belanda di Cijolang beberapa anggota gugur/lika-luka, di Rancah (1 regu gugur), Ki A melawan Belanda di Teluk Jambe, di Sukamatri Panjalu Ciamis (Kapten Musad Idris dan Letnan Neman / pembawa Panji Siliwangi gugur).
c. Rute Batalyon 2 (Mayor Sudarman)  + 195 Km (Magelang s/d Banjar Ciamis
    Pertempuran melawan Belanda.
           d. Rute Batalyon 3 / Garuda Hitam (Mayor Rivai) + 315 Km (Magelang s/d Majalaya Kab. Bandung ).
           Pertempuran melawan Belanda.

Rute Brigade XIV - Letkol Syamsu



PERGERAKAN JALUR UTARA

    
Perlu juga diketahui, Batalyon Rukman adalah perintis Long March Divisi Siliwangi, serta satu-satunya Batalyon yang sebelum Aksi Kedua berhasil menyusup ke daerah pendudukan (Jawa Barat bagian Utara), menerobos garis demarkasi yang dijaga ketat oleh Divisi Tentara Belanda Pasukan Batalyon Rukman ini berhasil menduduki daerah yang luas di Keresidenan Cirebon, menyatu dengan Rakyat dan menjadi beach-head pada waktu terjadi peristiwa Long March.

     

Daerah kekuasaan Batalyon Rukman dijadikan tempat kedudukan Gubernur Jawa Barat yang dijabat oleh Ir. Ukar Bratakusumah, serta markas Kolonel Abimanyu (Komandan Divisi Siliwangi yang diangkat oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman).
   
Batalyon Rukman berkembang menjadi tiga Batalyon, yaitu Batalyon Mustopa berkedudukan di Kuningan, Batalyon Machmud Paksya berkedudukan di Cirebon (termasuk didalam kota) dan Batalyon Sentot, berkedudukan di Indramayu. Ketiga Batalyon inilah yang menjadi Brigade A, dengan Komandan Brigade Letnan Kolonel Rukman.







sumber :

http://pertempurandijawabarat.blogspot.com/

Penumpasan Pemberontak PKI Madiun

Awal Pergerakan Konspirasi PKI di Madiun

Sepuluh hari setelah Aksi MIliter I Belanda, Kabinet  bersidang. Sidang Kabinet tanggal 1 Agustus 1947 itu antara lain memutuskan untuk membentuk dua Daerah Militer Istimewa, yaitu : Daerah Militer Istimewa Yogyakarta dan Daerah Militer Istimewa  Surakarta. Kedua Daerah Militer Istimewa ini dipimpin oleh seorang Gubernur Militer yang IX). Sedangkan untuk Daerah Militer Istimewa Surakarta ditunjuk Menteri Wikana, salah menjabatnya sekaligus ditunjuk dalam sidang tersebut. 

Sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Istimewa Yogyakarta ditunjuk Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo (sebulan kemudian digantikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono seorang pemimpin Pesindo. Masing-masing Gubernur Jendral berpangkat titular Letnan Jendral. Pada tanggal 22 Agustus 1947 Perdana Menteri/ Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin melantik Menteri Wikana menjadi Gubernur Daerah Militer Istimewa Surakarta beserta para anggota staff nya antara lain :
  1. Mayor Jendral Soetarto sebagai  Panglima Divisi IV
  2. Kolonel Fadjar sebagai  Komandan Teritorial
  3. Soediro sebagai Residen Surakarta
Dengan demikian Surakarta secara resmi menjadi Daerah Militer Istimewa, pada akhir pidato pelantikan itu Perdana Menteri Amir Sjarifuddin menutup pidatonya dengan kalimat “Van Soerakarta begint de Victorie” (dari Surakarta dimulainya kemenangan). Kalimat terakhir pada pidato itu dianggap wajar, tidak seorang pun mewaspadai dan tidak seorang pun mengetahui maksudnya. Hanya orang-orang tertentu yang mengerti dibalik ucapannya itu, karena RI sedang dalam suasana dan semangat melawan Aksi Militer I Belanda. Tidak pernah menduga bahwa itu adalah ucapan sebagai Perintah Amir Sjarifuddin kepada Wikana. Selanjutnya yang diketahui adalah aktivitas PKI yang meningkat di Surakarta.

Kader FDR - PKI Madiun

Operasi Penumpasan PKI       

Pada waktu terjadinya perebutan kekuasaan tanggal 18 September 1948 di Madiun, Panglima Besar Jendral Soedirman sedang berada di Magelang, sedangkan Kolonel A.H Nasution Kepala Staf nya sedang berada di ibu kota Yogyakarta. Setelah mendapat berita adanya perebutan kekuasaan di Madiun, Kolonel A.H Nasution segera menghadap Presiden di Istana bersama Mentreri Pendidikan Mr. Ali Sastroamidjoyo. Di Istana juga sudah hadir Menteri Negara Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Presiden kemudian menugaskan Kolonel A.H Nasution untuk menyusun rencana operasi berdasarkan Instruksi tersebut.

Presiden/ Panglima tertinggi Angkatan Perang menginstruksikan untuk merebut kembali Madiun dan membasmi para pemberontak lewat pidato yang disiarkan radio pada pukul 22.00 pada tanggal 19 September 1948. Setelah pidato itu di Markas Besar Tentara (MBT) berlangsung melakukan rapat yang dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dengan para Perwira Staf MBT guna menggariskan petunjuk operasi penumpasan pemberontakan PKI di Madiun kepada kesatuan-kesatuan TNI. Dengan dilancarkannya operasi tersebut diharapkan Madiun dan kota-kota sekitarnya dapat dikuasai kembali.

Operasi penumpasan dipimpin langsung oleh Gubernur Militer/ Panglima Divisi II Kolonel Gatot Subroto. Panglima Divisi II Kolonel drg. Moestopo ditetapkan pula sebagai Wakil Panglima Operasi, sedang Letnan Kolonel Abimayu Kepala staf KRU ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi yang dibantu oleh beberapa orang asisten yaitu Mayor Abdul Kadir, Mayor Taswin menjadi Staf dari Gubernur Militer II.

Adapun Pasukan KRU-Z (Siliwangi) yang dikerahkan untuk operasi ini berkekuatan tiga Brigade yaitu :

Brigade 12 :
Pimpinan Koesno Oetomo berkekuatan 4 Batalyon yang berkedudukan di Yogyakarta.
  1. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata berkedududkan di Rewulu, Godean.
  2. Batalyon Achmad Wiranatakusumah berkedudukan di Beran, Sleman.
  3. Batalyon R.A Kosasih berkedudukan di Yogyakarta
  4. Batalyon Kemal Idris yang berkedudukan di Yogyakarta
Brigade 13 :
Pimpinan Letnan Kolonel Sadikin, berkekuatan 4 Batalyon yang berkedudukan di Solo.
  1. Batalyon Sambas berkedududkan di Tasikmadu
  2. Batalyon Umar Wirahadikusumah berkedudukan di Colomadu
  3. Batalyon Sentot Iskandardinata berkedudukan di Sragen
  4. Batalyon Rukman telah diperintahkan meninggalkan Jawa Tengah untuk melaksanakan gerakan wingate ke Jawa Barat. Sehingga yang tadinya 4 Batalyon tinggal menjadi 3 Batalyon.
Brigade 14 :
Pimpian Letnan Kolonel Edi Sukardi, berkekuatan 3 Batalyon yang berkedudukan di Magelang.
  1. Batalyon Sudarman
  2. Batalyon Rivai
  3. Batalyon Huseinsyah

Pada bulan September 1948 menjelang pecahnya pemberontakan PKI, kepada Brigade ini dibawah perintah satu Batalyon Pengawal Markas Besar Tentara (MBT) berkekuatan 4 Kompi yang dipimpin oleh Mayor Nasuhi.
Disamping kekuatan yang berasal dari Kesatuan Reserve Umum-Z (KRU-Z) atau Divisi Siliwangi, ikut pula dikerahkan 4 Kompi Kesatuan Taruna Militer Akademi (MA) Yogyakarta yaitu : Kompi S, Kompi T dan Kompi U dari Taruna Akabri angkatan pertama dijadikan 2 Detasemen. Satu Detasemen diperintahkan pada Batalyon Nasuhi, sedangkan satu Detasemen lainya sebagai Detasemen berdiri sendiri. Taruna Angkatan kedua ini diikut sertakan dalam operasi ini sebenarnya sedang melaksanakan pendidikan radio telegrafi, bahasa asing dan sekolah olahraga (SORA) di Sarangan. 

Dari pasukan Panembahan Senopati diperbantukan Batalyon Sumadi, berkedudukan di Mahanan untuk memperkuat pasukan yang dipersiapkan bergerak ke Madiun. Dengan demikian jumlah kekuatan pasukan kita untuk melakukan operasi penumpasan dari arah barat adalah sebanyak 12 Batalyon.

Secara garis besar kesatuan-kesatuan yang digunakan dan arah gerakan ditentukan dalam rapat Komado Divisi II/ Gubernur Militer II pada tanggal 21 September 1948. Keputusan-keputusan rapat tersebut adalah :

Kesatuan yang dikerahkan yaitu Brigade 12, Brigade 13, Brigade 14 (Batalyon Nasuhi dan Batalyon Huseinsyah). Brigade 6 oleh Batalyon Sumadi, batalyon Soeryosoempeno dari STC Kedu dan Pasukan-Pasukan lain bergerak dari Solo menuju daerah Madiun, Purwodadi dan Pati.

Gerakan ke sasaran Madiun dilakukan dalam tiga poros gerakan :
1.       Poros : Solo – Sragen – Ngawi
2.       Poros : Solo – Tawangmangu – Madiun
3.       Poros : Solo – Wonogiri – Pacitan – Ponorogo

Gerakan kesasaran di utara Surakarta menuju  daerah Purwodadi, Pati, Kudus dan Blora.

Pelaksanaan Operasi

Berdasarkan Surat Perintah Komandan KRU-Z tanggal 21 September 1948 pasukan-pasukan yang digerakan dalam operasi pembebasan Kota Madiun dari arah barat pimpinan Letnan Kolonel Sadikin.

Gerakan dari arah barat dibagi menjadi tiga poros.

Pertama, pasukan bergerak dari Surakarta menuju Karanganyar – Tawangmangu – Sarangan –  Plaosan – Magetan – Maospati. Merupakan poros gerakan operasi dari Brigade 13 KRU-Z dengan kekuatan Batalyon yaitu :
  1. Batalyon Sambas
  2. Batalyon Umar Wirahadikusumah
  3. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata
  4. Batalyon Achmad Wiranatakusumah
Kedua, pasukan yang bergerak dari Surakarta menuju Ngawi lewat Sragen – Walikukun merupakan gerakan melambung dengan kekuatan 2 batalyon yaitu :
  1. Batalyon Sentot Iskandardinata
  2. Batalyon Sumadi, yang berasal dari Brigade 13 KRU-Z dan Brigade 6 Divisi II
Ketiga, pasukan yang bergerak dari Solo – Sukaharjo – Wonogiri – Pacitan – Ponorogo dengan kekuatan 2 Batalyon yaitu :
  1. Batalyon A. Nasuhi
  2. Batalyon Huseinsyah

Sesuai dengan rencana operasi Batalyon Sambas ditetapkan sebagai kekuatan pemukul dan Batalyon Achmad sebagai cadangan, sedang kelompok Komado Brigade mengikuti gerakan Batalyon Umar. Batalyon Sambas yang terdiri dari 3 Kompi berangkat dari Tasikmadu menuju Tawangmangu lewat Karangpandan pada tanggal 25 September 1948. Tiga Batalyon lainnya yaitu Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata, Batalyon Umar Wirahadikusumah dan Batalyon Achmad Wiranatakusumah diberangkatkan dari Solo. Tawangmangu ditetapkan sebagai garis awal gerakan.

Di Tawangmangu ditetapkan, Komandan Brigade 13 Letnan Kolonel Sadikin memberikan briefing kepada para Komandan Batalyon bahwa tipe gerakan adalah “gerakan kilat” model Jepang, dengan membentuk kelompok-kelompok kecil menyusup ke lambung musuh untuk memberikan dan menyebarkan kepanikan. Kedalam Kota Madiun telah disusupkan anggota intelejen guna mendeteksi keadaan medan.

Setelah menguasai Sarangan, Komandan Brigade Letnan Kolonel Sadikin mengeluarkan perintah operasi baru. Batalyon Achmad Wiranatakusumah bergerak ke Pacitan dan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata bergerak ke Maospati, Batalyon Umar Wirahadikusumah bergerak ke Ngerambe, Panekan, Magetan dan Kelompok Komado Brigade dengan dikawal satu Kompi Batalyon Umar Wirahadikusumah yaitu Kompi Suparjono menuju Plaosan.                                                            

Sementara Kota madiun berhasil direbut oleh Batalyon Sambas, pasukan lain telah tersebar menuju sasaran yang telah ditentukan. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata dari Plaosan bergerak menuju Maospati lewat jalan lain dipinggir Kota Magetan untuk mengejar waktu agar segera dapat menguasai Maospati beserta pangkalan udaranya yang sangat vital.

Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata berhasil merebut dan menguasai Maospati. Untuk pengamanan, pasukan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata kemudian melakukan operasi pembersihan berkat informasi yang disampaikan oleh masyarakat kepada pihak TNI, maka banyak tokoh PKI yang dapat ditangkap. Pangkalan udara dapat dipergunakan kembali.

Hal ini terbukti dengan mendaratnya sebuah pesawat udara dengan pilot Suharmoko Harbani yang membawa Kolonel Hidayat, Wakil I Kepala Staf Angakatan Perang dari Yogyakarta. Kedatangannya membawa instruksi Menteri Pertahanan Bung Hatta yang antara lain agar Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata segera bergerak ke utara melakukan pembersihan didaerah Cepu dan Blora.

Dalam gerakan menuju utara turut serta Panglima KRU Kolonel drg. Moestopo bersama rombongan anggota Komisi Tiga Negara (KTN) dari Australia dan wartawati Gadis Rasjid. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata memerintahkan rakyat untuk mengibarkan bendera Merah Putih di daerah-daerah yang telah dibebaskan dari kekuasaan kaum pemberontak PKI.                                                                                                                                        

Usaha penyelamatan Pangkalan Udara Maospati

Pangkalan udara Maospati dikawal satuan-satuan Pasukan Pertahanan Pangkalan dengan kekuatan satu setengah kompi dibawah pimpinan Letnan Udara Dua Suprantijo. Pada waktu kaum pemberontak PKI melakukan penyerbuan ke pangkalan, Komandan Pangkalan Mayor dr Kornel Singawinata, sedang tidak berada ditempat. Perebutan kekuasaan dan aksi-aksi didaerah Maospati dikendalikan oleh Markas Laskar Rakyat Senopati di Maospati. Untuk mencegah pengrusakan dan perampasan perlengkapan yang berada dipangkalan, para anggota pasukan penjaga pangkalan melancarkan psy-war dengan teriakan pura-pura memperingatkan bahwa didalam pangkalan telah banyak ditanam ranjau dan akan meledak apabila terinjak.

Sesudah Maospati dikuasai PKI, datanglah perintah dari Djokosuyono (komunis) yang berada di Madiun agar AURI mengirimkan perwiranya untuk mengadakan pertemuan bersama dengan utusan dari Batalyon Sokowati. Pertemuan akan diadakan di Markas Komando mereka di Rejoagung, Madiun. Selain perintah tersebut diinstruksikan pula AURI bersama-sama Laskar Rakyat untuk melawan pasukan Siliwangi yang akan menyerang Kota Madiun.

AURI kemudian mengirimkan 2 orang utusan yaitu Letnan Suprantijo dan Letnan Rachiman ke Madiun. Dalam pertemuan dengan Djokosuyono, utusan AURI menolak ajakan melawan pasukan Siliwangi dengan alasan lebih baik bertempur melawan Belanda daripada harus bertempur dengan bangsa sendiri. Namun, “kata-kata sepakat” dicapai pula yaitu semua senjata berat milik AURI akan disimpan didalam gudang.

Sebagai jaminan atas pelaksanaannya, salah seorang dari utusan wakil dari AURI yaitu Letnan Rachiman dijadikan “sandera” dan ditahan di Markas Komando mereka. Letnan Suprantijo kemudian pulang ke Maospati melaporkan hasil pertemuan mereka kepada Komandan Pangkalan. Komandan kemudian memerintahkan pelaksanaannya. Namun untuk berjaga-jaga sebagian besar senjata ringan ditanam disuatu tempat yang dirahasiakan. Sewaktu-waktu apabila keadaan telah mengijinkan dapat diambil dan dipergunakan kembali.

Sementara itu Batalyon SS melakukan taktik penipuan. Seluruh anggota lengkap dengan senjatanya meninggalkan Maospati menuju perbatasan Madiun – Solo untuk menghadang musuh. Sampai tiba saatnya dan situasi memungkinkan mereka akan kembali melawan PKI. Taktik penipuan seperti yang dijalankan Batalyon SS ini tidak mungkin dilaksanakan oleh Pasukan Pertahanan Pangkalan, sebab mereka bertanggungjawab atas pengamanan pangkalan beserta fasilitasnya.

Tindakan yang hendak dijalankan Djokosuyono sebenarnya sudah dapat diduga. Ia memerintahkan kepada Komandan Pangkalan untuk menyerahkan semua sejata yang berada didalam gudang. Untuk tidak menimbulkan kerusakan dan jatuhnya korban, tuntutan Djokosuyono dipenuhi. Hal ini merupakan taktik untuk menumbuhkan kepercayaan. Senjata yang diserahkan adalah senjata-senjata berat khusus untuk pesawat yang kurang efesien bila digunakan didarat. Senjata berkaliber sedang dan ringan tetap disimpan ditempat yang dirahasiakan. 

Setelah serah terima senjata terlaksana, Djokosuyono mengangkat Prajurit Udara Satu Sukiman yang sebelumnya berdinas dibagian listrik untuk menjadi pengawas dan penanggungjawab pangkalan. Sebagai penguasa PKI, Sukiman memerintahkan kepada semua anggota AURI untuk menanggalkan tanda pangkatnya. Perintah tidak dapat dilaksanakan dan ia pun tidak dapat berbuat apa-apa. 

Selanjutnya ia meminta agar semua senjata yang berada didalam ruangan piket dan yang disembunykan diserahkan kepadanya. Permintaannya dipenuhi, namun tidak semua senjata diserahkan, diantaranya senjata yang sudah rusak. Atas kejadian ini, Komandan pasukan Letnan Suprantijo di non aktifkan dan kedudukannya digantikan oleh seorang Serman Mayor dari bagian tehnik.

Melihat pangkalan masih dalam keadaan utuh dan kuatir digunakan untuk pendaratan pesawat, Djokosuyono mengirim Kepala Staf nya Banu Mahdi meninjau pangkalan Maospati. Tugasnya hanya satu, membumi hanguskan pangkalan udara dan penghancuran landasan. Sesampai di pangkalan udara, Banu Mahdi mencari beberapa anggota yang telah ditunjuk dan ditugasi melaksanakan bumi hangus. Kemudian mereka diperintahkan untuk melaksanakan tugasnya. “landasan harus benar-benar rusak. Jangan sampai bisa didarati oleh pesawat darimana pun datangnya.”

Rencana pembumi hangusan pangkalan udara sebetulnya sudah lama dipersiapkan oleh pasukan penjaga pangkalan yaitu dengan memasang bom tarik (trek – bom) disepanjang landasan sebagai persiapan dalam menghadapi serangan Belanda.

Sebelum pasukan Siliwangi tiba terjadi keributan di gudang pangkalan yang terletak didepan pos penjagaan dipinggir jalan besar. Massa rakyat menyerbu dan berusaha menjarah perlengkapan yang ada di pangkalan udara. Keadaan sulit dikendalikan, para anggota pasukan pangkalan mengambil prakarsa mencegah luapan massa rakyat dengan cara menipu mereka. Massa rakyat diserukan agar segera meninggalkan tempat itu karena sebentar lagi akan terjadi pertempuran. Mendengar seruan ini dengan serta merta massa rakyat bubar dengan meninggalkan barang-barang yang sudah diambilnya dari gudang.

Tipuan ini berhasil. Pihak pasukan PKI tidak menaruh curiga. Sementara pasukan pertahanan pangkalan udara menunggu kedatangan pasukan Siliwangi dari Batalyon Sambas, kurir yang dikirim ke Magetan telah tiba kembali dan melapor. Mereka kembali bersama satu regu pasukan Siliwangi dari Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata. Tetapi pasukan ini berhenti di luar pangkalan udara kurang lebih satu kilometer dari pos penjagaan pangkalan udara.

Komandan pasukan pangkalan udara bersama kurir segera menjemputnya. Setelah saling bertukar informasi pasukan Siliwangi ini bergerak menyergap Laskar PKI yang menduduki asrama Batalyon SS. Sekalipun pasukan PKI berkekuatan satu peleton, mereka menyerah. Setelah sukses dalam pemyergapan regu Siliwangi dari Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata ini meneruskan gerakannya ke pangkalan dengan formasi berbanjar, senjata dengan sangkur terpasang, menembus kegelapan malam.

Ditengah perjalanan tiba-tiba muncul bayangan orang yang sedang bergerak didepan regu. Komandan regu menyalakan lampu senter mengarah ke bayangan. Tampak dua orang berpakaian hitam-hitam yang kepalanya diikat tali pita bewarna merah membawa pedang. Bersamaan keluar tegoran dalam bahasa Jawa “Hui” (siapa wie) yang dijawab dalam bahasa Jawa juga “Cowek” (Konco dewek, Teman sendiri). Itulah sandi anggota PKI. 

Dengan reflek komandan regu mencabut pistol dan memerintahkan kepada kedua orang itu agar mengangkat tangannya. Yang diperintahkan terkejut tidak menyangka akan bertemu musuh. Dengan cepat salah seorang mencabut pedang dan mengayunkannya kearah lawannya. Anggota regu terdepan dengan cepat melepaskan tembakan keatas untuk menakuti musuh. Namun dalam keadaan kegelapan malam musuh dapat meloloskan diri. 

Untuk melampiaskan rasa kesal, sesampainya didepan kantor ranting Pesindo Maospati, anggota regu memberondong kantor tersebut dengan senjata otomatis. Mendengar suara tembakan tersebut Laskar PKI yang menduduki Maospati menjadi panik dan bubar meninggalkan Maospati tidak diketahui kearah mana.

Pada keesokan harinya pasukan inti Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata memasuki Maospati tanpa menemui perlawanan. Dengan demikian Pangkalan Udara Maospati dapat direbut kembali dan diselamatkan dari kehancuran.

Muso Pemimpin Pemberontakan PKI Tewas

Pada tanggal 31 Oktober 1948 terjadi tembak menembak antara pasukan Siliwangi dan pemberontak PKI didaerah Ponorogo, pada aksi itu Letnan Satu Sumadi berhasil menembak mati Musso. Yang bersembunyi ketika kontak senjata terjadi Musso bersembunyi di Kamar Mandi yang sederhana milik warga yang bernama Semanding


Musso


Operasi Penumpasan Pasukan PKI ke Utara (Solo-Purwodadi-Pati-Kudus dan Blora)

Kekuatan Pasukan dan Rencana Operasi 

Pasukan yang dikerahkan

Untuk operasi penumpasan pemberontakan PKI ke daerah-daerah Purwodadi, Kudus, Pati, Cepu, Gubernur Militer membentuk Komando Operasi ke utara karena letak daerah-daerah tersebut berada disebelah utara Solo. Pasukan yang digerakan untuk operasi ini berintikan 2 batalyon dari Brigade 12/ KRU-Z (Siliwangi). Karena Komandannya adalah Letnan Kolonel Kusno Utomo, maka Brigade ini dikenal dengan nama Brigade Kusno Utomo yang bermarkas di Yogyakarta. Brigade ini mempunyai 4 batalyon yaitu :
  1. Batalyon A. Kosasih berkedudukan di Magelang
  2. Batalyon Kemal Idris berkedudukan di Yogyakarta
  3. Batalyon Achmad Wiranatakusumah berkedudukan di Yogyakarta
  4. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinta berkedudukan di Yogyakarta
Dua batalyon dari Brigade ini yaitu Batalyon Achmad Wiranatakusumah dan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata telah dilibatkan dalam gerakan pertama operasi ke timur. Untuk sementara kedua batalyon itu berada dibawah perintah Brigade 13 (Brigade Sadikin) yang bergerak dari Solo kearah timur langsung menuju Madiun. Akan tetapi Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata setelah berhasil membebaskan Ngawi dan sekitarnya diperintahkan oleh Menteri Pertahanan Hatta bergerak ke utara dengan tugas pembebasan Kota Cepu dan meneruskan gerakannya ke Blora. 

Sedangkan Batalyon Achmad Wiranatakusumah sejak awal sampai selesai penugasan tetap berada dibawah Komando Brigade Sadikin.Yang menjadi kekuatan Brigade ini adalah Batalyon Kosasih dan Batalyon Kemal Idris, dari Komando Operasi pembebasan daerah utara ini.

Disamping kekuatan inti dari Brigade 12 KRU-Z ini beberapa kesatuan lain dibawah perintahkan kepada komando ini :
  1. Batalyon Soeryosoempeno dari Resimen Sarbini yang berkedudukan di Magelang, Batalyon ini semula bertugas sebagai Batalyon Polisi Militer untuk mengamankan Kota Solo atas perintah dari Panglima Besar Sudirman.
  2. Satu Kompi dari bekas Hizbullah (Yon Muchdi)
  3. Satuan Artileri dibawah pimpinan kapten A. Satari
  4. Satu Kompi Mobrig (sekarang Brimob) dari Keresidenan Banyumas dibawah pimpinan Inspektur Polisi TK 1 R.M Bambang Soeprapto Dipokusumo
  5. Satu Kompi Tentara Pelajar dari Solo disekitar Kudus dan Pati
  6. Satu Kompi dari Batalyon Chris Sudono (Brigade Sunarto) yang berkedudukan di Cepu.
  7. Satu Kompi plus Batalyon Suprapto Sokowati dari Brigade 1 yang berkedudukan di Maospati dibawah pimpinan Lettu Subandono BR.

Kekuatan Pasukan Pendukung PKI

Kekuatan pasukanpendukung PKI yang dikosentrasikan di daerah Purwodadi, Pati, Blora dan daerah sekitarnya berkekuatan 7 Batalyon. Mereka berasal dari Brigade 6 (Soediarto) dan Brigade Tentra Laut Republik Indonesia (TLRI) Soejoto yaitu :
  1. Batalyon Yusmin di Purwodadi
  2. Batalyon Martono di Purwodadi
  3. Batalyon Purnawi di Demak
  4. Batalyon TLRI di Purwodadi dipimpin oleh Kuncoro
  5. Batalyon Sutarno di Kudus
  6. Batalyon Pesindo di Masaran yang dipimpin oleh Mayor Mulyatmo
  7. Batalyon Wahyu Rochadi di Pati

Dari semua kekuatan pasukan pendukung PKI ini hanya Batalyon Purnawi yang dipimpin oleh seorang bekas Shodanco PETA yang berkekuatan utuh, baik personil maupun persenjataanya. Batalyon ini memiliki perwira Pepolit yang bernama Oemar Abdallah. Batalyon Martono dan Batalyon Rochadi berhasil dilumpuhkan sebelum bergerak. Mayor Martono dan Mayor Rochadi ditangkap bersamaan dengan saat penangkapan Komandan Brigade nya yaitu Letnan Kolonel Soediarto. Sedangkan Mayor Soetano telah disingkirkan oleh Soediarto sebelum pecah pemberontakan

Rencana Operasi

Pada tanggal 20 September 1948 Komandan Brigade 12 Letnan Kolonel Kusno Utomo mendapat perintah langsung dari Panglima Besar Jendral Sudirman untuk merebut dan membebaskan daerah utara Jawa Tengah dari tangan pasukan PKI.Rencana operasi Komandan Brigade 12 adalah Batalyon Kosasih dan Batalyon Kemal Idris sebagai kekuatan inti. Sedangkan daerah sasaran operasi adalah pergolakan Jawa Tengah utara bagian timur yaitu daerah Purwodadi – Kudus – Pati – Blora – Cepu dan daerah sekitarnya.


A. Kosasih

Pembebasan Cepu

Dari Maospati Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata berangkat dengan berjalan kaki menuju Ngawi dan selanjutnya langsung ke Cepu. Di Ngawi Batalyon Daeng ini diperkuat oleh satuan artileri dibawah pimpinan Kapten Soegiarto.

Setelah bertempur selama 8 hari akhirnya pada tanggal 8 Oktober 1948 Cepu pada akhirnya berhasil dibebaskan dari tangan pemberontak dan kilang minyak dapat diselamatkan. Dalam pertempuran pembebasan Cepu banyak anggota Laskar Minyak yang tertangkap dan menyerah. Sukiban, Komandan Laskar Minyak mati tertembak dalam pertempuran.

Dalam upaya mempertahankan Cepu pasukan PKI mempergunakan penduduk sebagai tameng hidup sehingga banyak penduduk yang menjadi korban. Setelah Cepu dapat dikuasai, Kompi Subandono diperintahan agar mereka kembali ke basis mereka di Madiun.

Di Cepu pasukan Mayor Daeng Muhammad Ardiwinata bertemu dengan pasukan Mayor Kemal Idris yang baru saja memasuki Cepu dari Kradenan. Setelah pasukan PKI di Cepu dapat dihancurkan, maka sisa-sisa gerombolan melarikan diri ke utara untuk bergabung dengan Brigade 6 pro PKI yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soediarto di Pati.

Setelah Cepu dibebaskan, Kolonel drg. Mustopo Panglima Kesatuan Reserve Umum (KRU) bersama anggota Komisi Tiga Negara (KTN) dari Australia berkunjung kesana. Ikut sertanya anggota KTN yang berkulit putih ini dijadikan alat perang urat syaraf oleh pimpinan pasukan PKI, untuk memperkuat isyu bahwa Siliwangi itu adalah benar-benar tukang pukul Ratu Wilhemina (SLW = Stoot Leger Wilhemina) yang harus dilawan sampai dengan titik darah penghabisan.

Kolonel drg Mustopo memanggil kedua Komandan Batalyon dari Brigade 12 itu dengan memerintahkan mereka untuk segera menduduki Kota Blora. Mayor Kemal Idris diperintahkan untuk masuk dari selatan sedangkan Mayor Daeng Muhammad Ardiwinata masuk dari arah utara Kota Blora.

Oleh karena pasukan Kala Hitam (Batalyon Kemal Idris) biasa dengan gerakan cepat dalam merebut sasaran, maka kedua Komandan Batalyon itu mengadakan kesepakatan agar pasukan pemberontak PKI dapat dikepung dan dilumpuhkan didalam Kota Blora. Mayor Daeng Muhammad Ardiwinata memiminta agar Mayor Kemal Idris untuk melambatkan pergerakannya. Apabila sudah ada berita bahwa Batalyon Daeng menuju ke selatan baru Batalyon Kala Hitam bergerak menuju utara.

Dalam operasi ini Panglima KRU Kolonel drg. Mustopo akan mengikuti gerakan Batalyon Kala Hitam demi keselamatannya. Tanpa membuang waktu lagi, pasukan Batalyon Kala Hitam kembali ke Kradenan untuk bergabung dengan induk batalyon dan selanjutnya langsung berangkat ke Blora.

Sementara itu Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata menyerahkan tugas pengamanan Cepu kepada pasukan Chris Sudono dan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata bergerak ke Blora melalui jalan raya Jiken – Jepon.

Menjelang Kota Blora mereka berpencar, Kompi Sutisna bersama Komandan Batalyon Daeng bergerak menyusuri jalan Kereta Api. Tiga Kompi lainnya bergerak melalui jalan raya. Sebelum pasukan Daeng Muhammad Ardiwinata berhasil menduduki daerah bagian utara Kota Blora sesuai dengan kesepakatan dengan Mayor Kemal Idris di Cepu, ternytata ada satu kompi dari Batalyon Kala Hitam sudah mendahului masuk ke Kota Blora melalui selatan yang tanpa mendapat perlawanan dari pemberontak PKI, tadinya mereka bertujuan untuk mencari informasi sambil memberikan kejutan kekuatan kepada musuh yang mempertahankan Kota Blora.

Dalam gerakan ke Blora disuatu tempat didalam hutan jati tidak jauh dari Kota Blora, para anggota Batalyon Kala Hitam mencium bau busuk yang menyengat, setelah diteliti, ternyata sumber bau busuk itu berasal dari suatu tempat yang dijadikan tempat pembantaian dan pembunuhan pemimpin-pemimpin RI setempat oleh PKI.

Peristiwa ini mendorong Mayor Kemal Idris memerintahkan pasukannya untuk segera memasuki Blora, sekalipun tidak menepati kesepakatan yang telah dibuat di Cepu dengan Mayor Daeng Muhammad Ardiwinata. Ia teringat akan pengalamannya ketika di Kaliyoso maupun di Purwodadi. Karena pasukannya harus menunggu pasukan lain, maka pemberontak setempat melakukan pengrusakan jembatan, pembakaran gedung-gedung penting dan membunuh para tawanan sebelum mereka mengundurkan diri.

Atas izin dari Komandan KRU Kolonel drg Mustopo yang mengikuti gerak pasukan Batalyon Kala Hitam pasukannya bergerak masuk Blora tanpa menunggu berita dari Mayor Daeng Muhammad Ardiwinata. Kota Blora dapat dikuasai oleh Batalyon Kala Hitam dari sebelah selatan pada tanggal 13 Oktober 1948, akan tetapi pagi harinya kedudukan pasukan Batalyon Kala Hitam mendapat tembakan mortar dari arah utara kota. Mayor Kemal Idris yakin itu adalah tembakan yang berasal dari anggota Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata oleh karena tidak ada komunikasi antara kedua pasukan itu.

Tembakan-tembakan itu dimaksudkan untuk memberikan kejutan kepada para pemberontak. Untungnya tembakan mortar itu tidak menyebabkan korban jiwa dari pihak rakyat maupun tentara Batalyon Kala Hitam yang saat itu sedang berada didalam Kota Blora.

Untuk mencegah jangan sampai timbulnya korban jiwa yang tidak diperlukan antara kedua Batalyon TNI itu maka Komandan Batalyon Mayor Kemal Idris memerintahkan agar anggota yang bertugas di pos terdepan bagian utara Kota Blora untuk segera mengibarkan Bendera Merah Putih pada bangunan-bangunan tertentu. Anggota pasukan terdepan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata merasa ragu-ragu melihat bendera Merah Putih dikibarkan didepan suatu bangunan. Karena tidak mendapat kepastian maka Mayor Daeng Muhammad Ardiwinata memerintahkan untuk terus menembakan mortar sambil bergerak maju ke selatan.

Akhirnya anggota terdepan pasukan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata melihat pasukan yang berada didepannya bukan musuh tetapi anggota Batalyon Kala Hitam, tembakan mortar pun dihentikan dan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata pun memasuki Kota Blora.

Mayor Kemal Idris


Setelah Kota Blora dan daerah-daerah sekitarnya dibersihkan dari sisa-sisa para pemberontak komunis, maka tugas operasi ke Blora dianggap selesai. Kolonel drg. Mustopo sebagai Panglima KRU memutuskan bahwa pengamanan Blora dan sekitarnya diserahkan kepada Mayor Daeng Muhammad Ardiwinata dan Batalyon Kala Hitam diperintahkan bergerak melalui Pati melalui Wirosari dengan Kereta Api.

Beberapa kilometer sebelum memasuki Wirosari perjalanan diteruskan dengan berjalankaki dalam perjalan ini bertemu dengan satu regu pasukan dari Batalyon Kosasih yang sedang berpatroli. Diperoleh berita bahwa Batalyon Kosasih telah menguasai kembali Wirosari dari tangan pemberontak (Batalyon Purnawi). Beberapa waktu yang lalu Wirosari pernah diduduki oleh Batalyon Kala Hitam namun Wirosari dikuasai kembali oleh pemberontak karena tidak ada pasukan TNI yang menjaganya.

Di Wirosari berkumpulah Panglima KRU Kolonel drg Mustopo, Komandan Brigade 12 Letnan Kolonel Kusno Utomo dan para Komandan Batalyon, Mayor R.A Kosasih, Mayor Kemal Idris dan Mayor Munadi yang mengikuti gerak pasukan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata dari Ngawi. Rupanya disini telah menyerah atau melaporkan diri dari pihak tentara pemberontak PKI yaitu:
  1. Letnan Kolonel Sudiarto
  2. Mayor Rochadi
  3. Mayor Martono
  4. Mayor Mulyatmo
  5. Mayor Munadi diperintahkan untuk menghadapkan beberapa tawanan tersebut kepada Gubernur Militer Gatot Subroto. 
Selesai tugas itu Mayor Munadi kembali ke Wirosari dan melanjutkan perjalanan ke Pati. 
Batalyon Kala Hitam bergerak ke pati dengan menerobos hutan jati dan pegunungan kapur, rute yang dilalui adalah Wirosari – Grobogan – Sarip – Balong dan Pati.

Disepanjang jalan pada waktu pembersihan didaerah Pati dijumpai banyak korban yang pernah disiksa oleh pemberontak PKI, namun disepanjang tempat itu PKI tidak banyak melakukan pengrusakan. Gerakan diteruskan dengan operasi pembersihan disekitar Pati, Juana dan daerah disebelah timur Gunung Muria, sehingga daerah Keresidenan Pati bersih dari kaum pemberontak. 

Terhadap tawanan, Mayor Kemal Idris mengeluarkan perintah supaya mengadakan pengadilan lapangan terhadap gembong-gembong pemberontak yang ditangkap di daerah Pati. Dari jumlah yang diadili, lima orang dijatuhi hukuman mati. Hal ini dapat terjadi karena Negara dalam keadaan perang.

Setelah Kudus dan sekitarnya dapat dikuasai TNI maka gerakan operasi ke utara dinyatakan selesai tugas diteruskan dengan operasi pembersihan kepedalaman sekitar daerah kekuasaan masing-masing batalyon, yaitu :
  1. Batalyon A. Kosasih di daerah Kudus
  2. Batalyon Kemal Idris di daerah Pati
  3. Batalyon Soeryosoempeno di daerah Purwodadi
  4. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata di Blora

Hasil dari operasi pembersihan di Keresidenan Pati ini telah ditangkap beberapa tokoh lokal maupun tokoh nasional PKI antara lain :
  1. Maruto Darusman
  2. dr Wiroretno
  3. Misbach Komandan Biro Perjuangan Jepara
  4. Mudigdo Kepala Polisi PKI Pati
  5. Suartomo Pepolit
  6. S. Karna Residen PKI Semarang
  7. S.K Trimurti
  8. Fransisca Fangiday
Para tahanan ini diserahkan kepada Polisi Militer dibawah pimpinan Letnan Harun.

Amir Sjarifuddin Tertangkap

Pada tanggal 29 November 1948 Kompi Ranuwidjaja dari Batalyon Kusmanto Brigade 6 yang bermarkas disekitar Penawangan berhasil menangkap Amir Sjarifuddin pada jam17.00 di Gua Macan Desa Penganten Kecamatan Klambu Purwodadi. Pada tanggal 4 Desember 1948 Amir Sjarifuddin diserahkan kepada Pemerintah Pusat di Yogyakarta. Oleh Pemerintah Pusat kemudian diserahkan kembali kepada Gubernur Militer II.




Operasi Pembersihan Sisa-sisa Pemberontak di Blora

Di Blora Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata mengadakan pembersihan terhadap sisa-sisa Batalyon Purnawi yang masih ada di daerah sekitar Blora. Adanya informasi bahwa kaum pemberontak berikut tokoh-tokohnya yang dikawal oleh Batalyon Maladi Jusuf dan sebagaian dari Batalyon Mustofa akan bergerak ke utara, maka Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata dengan kekuatan dua Kompi menghadang para pemberontak di Kradenan. 

Karena mengetahui mereka dihadang oleh pasukan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata, para gerombolan pemberontak itu mengubah arah pelariannya, mereka tidak lagi menuju utara melainkan ke barat menembus hutas jati. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata pun mengejar pelarian mereka.

Didalam hutan jati dekat Purwodadi pemberontak berjumpa dengan Batalyon Kala Hitam pimpinan Mayor Kemal Idris. Pemberontak terjepit, dibelakang mereka dikejar Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata di depan mereka berhadapan dengan Batalyon Kemal Idris, sehingga sebagian besar dari mereka memilih untuk menyerah kepada Batalyon Kemal Idris. 

Pasukan Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata yang mengejar gerombolan pemberontak PKI itu bergerak terlalu jauh ke utara sehingga mereka diperintahkan kembali ke induk pasukan, mereka datang paling akhir karena harus kembali ke Blora. Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata kembali ke Yogyakarta dengan Kereta Api melalui route Blora – Wirosari – Purwodadi – Solo – Yogyakarta.

Agresi Militer II Belanda Meletus

Baru beristirahat satu hari pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melalukan Agresi Militer II dengan menyerang Yogyakarta, kemudian Batalyon Daeng Muhammad Ardiwinata segera kembali ke Jawa Barat sesuai dengan Kode ALOHA.

Tawanan Pemberontak PKI

Sementara itu pada tanggal 19 Desember  1948 dikarenakan meletusnya Agresi Militer II Belanda menyerang wilayah RI ke Ibu Kota Yogyakarta, sebelas orang pemimpin PKI yang tertawan sestelah melalaui proses pengadilan kemudian dijatuhi hukuman mati. Hal ini disebabkan karena Negara dalam keadaan darurat perang.

Hukuman mati itu dilaksanakan di Desa Ngalihan Kelurahan Lalung Kabupaten Karanganyar, Surakarta. Mereka yang dijatuhi hukuman mati didepan regu tembak adalah :
  1. Amir Sjarifuddin, Pimpinan Pemberontakan dan Pimpinan FDR
  2. Suripno, Sekertaris Pertahanan Politbiro CCPKI, Pemimpin FDR
  3. Maruto Darusman, Sekretariat Jendral Politbiro
  4. Sardjono, Agitasi Propaganda CCPKI
  5. Djokosujono, Gubernur Militer Madiun Kepala Biro Perjuangan eks Mayor Jendral TNI
  6. Oei Gee Hwat, Ketua Bagian Penerangan SOBSI
  7. Katamhadi, mantan Mayor Jendral TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia)
  8. Harjono, Ketua Umum SOBSI
  9. Ronomarsono, Pimpinan Pesindo
  10. S. Karna, Residen PKI dan Tokoh PKI Semarang
  11. D. Mangku, Aktivis PKI Solo



Sumber :

Buku Bahaya Laten Komunisme di Indonesia, MABESAD RI Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI 1982 hasil wawancara dengan narasumber Letnan Kolonel (Purn.) H.Daeng Muhammad Ardiwinata, Bandung 29 Juni 1976