Setelah sekian lama
melakukan gerilya melawan Belanda, tiba-tiba ia di bulan akhir Januari 1948
mendengar kabar tentang adanya “perjanjian Renvile” yang memutuskan Siliwangi
harus melakukan “hijrah” dan meninggalkan kantung-kantung gerilya di Jawa
Barat, ia bukan main bencinya setelah mendengar kabar itu walau akhirnya bisa
menguasai dirinya dan tunduk kepada perintah atasan dan Pemerintah Pusat.
Tetapi menurutnya “Perjanjian Renville bukan merupakan penyelesaian, pasti ada
aksi selanjutnya, walau kesudahan nantinya ia sendiri belum tahu tapi tetap
menyebutkan tujuannya ialah Seluruh tanah air kita mesti merdeka dan
berdaulat.”
Brigade melakukan “hijrah” dengan menggunakan Kereta Api dari Ciwidey ke Jogyakarta
melalui Cirebon dan sebagian lagi menggunakan Kapal Laut LCT “Plancius” dari
Cirebon menuju Rembang dan diteruskan menggunakan Kereta Api ke Madiun, dilanjutkan
untuk kemudian berkumpul di Delanggu dan Jogyakarta.
Letkol Daan Yahya memeriksa persiapan hijrah Batalyon 25 di Ciwidey Kabupaten Bandung
Pada tanggal 1 Februari 1948 di Cirebon, ribuan orang tentara dari Jawa Barat mulai bergerak meninggalkan daerah Jawa Barat menuju Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kepindahan besar-besaran ini kelak masyhur disebut sebagai Hijrah Divisi Siliwangi.
Sebagian anggota Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah melalui laut. Mereka diangkut dari pelabuhan Cirebon menuju pelabuhan Rembang. Sebagian lagi diangkut lewat kereta api. Anggota Siliwangi yang dikirim lewat kereta berkumpul lebih dulu di stasiun Parujakan (1 km sebelah selatan dari stasiun Cirebon sekarang) untuk diangkut ke Yogya.
Divisi Siliwangi secara langsung harus merasakan akibat dari dikeluarkannya perintah Pemerintah RI untuk meninggalkan daerah kantong kantong perjuangan di Jawa Barat walaupun dalam kenyataannya inisiatif perjuangan sudah mulai ditangan kita.
Route Hijrah |
Hijrah merupakan konsekuensi kesepakatan pemerintah Indonesia dengan Belanda pada Perundingan Renville. Salah satu klausul kesepakatan menyebutkan pemerintah Indonesia harus mengosongkan daerah-daerah yang masuk Garis van Mook, di antaranya Jawa Barat. Itu artinya, tentara dan aparat pemerintahan harus hijrah ke wilayah resmi Indonesia yang hanya meliputi Yogyakarta, Surakarta, Kediri, Kedu, Madiun, sebagian keresidenan Semarang, Pekalongan, Tegal bagian selatan dan Banyumas.
LetKol. Daan Yahya |
Selain Divisi Siliwangi, tentara Indonesia di daerah lain yang masuk garis van Mook juga harus pindah. Di Jawa Timur, sekira 6000 tentara harus hijrah ke daerah Indonesia. Sementara di Sumatera tidak banyak yang harus dihijrahkan karena pasukan Indonesia yang berada di daerah van Mook tidaklah banyak. Pasukan Siliwangi, yang dipimpin Kolonel AH Nasution, menjadi pasukan hijrah terbanyak.
Menggunakan Kereta Api menuju wilayah Republik |
Sebenarnya, di kalangan tentara Indonesia telah timbul rasa kecewa terhadap perintah hijrah tersebut. Cukup banyak tentara Indonesia yang bahkan meminta berhenti sebagai protes. Pada 9 Januari 1948, Letnan Oerip Soemohardjo dan Didi Kartasasmita penasehat militer delegasi Indonesia dalam Perundingan Renville sudah menentang keras ultimatum yang dikeluarkan Van Mook. Oerip Soemohardjo bahkan sempat mengundurkan diri sebagai bentuk pernyataan protes.
Siliwangi memasuki Yogyakarta |
Kendati demikian, hijrahnya Divisi Siliwangi ini bukannya tak memunculkan polemik. Ketika pemerintah melansir reorganisasi militer Indonesia yang memangkas nyaris separuh jumlah tentara Indonesia. Beleid itu memunculkan perlawanan dan protes dari banyak kalangan, termasuk dari beberapa komandan batalyon yang berbasis di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Divisi Siliwangi mengadakan reorganisasi dijadikan hanya delapan Batalyon yang lengkap persenjataannya, dikelompokan dalam dua Brigade yang masing-masing terdiri dari empat Batalyon.
Kepala Stafnya Mayor Simon L. Tobing.
Pasukan Siliwangi adalah pendukung utama beleid rasionalisasi itu sehingga kekuatan antara yang pro dan kontra rasionalisasi menjadi lebih seimbang. Pasukan Siliwangi, yang lebih lengkap persenjataannya dan relatif lebih disiplin dan modern, menjadi pasukan elit yang tampak diistimewakan, terlebih konsep dan cetak biru rasionalisasi memang disusun berdasarkan gagasan Kolonel Abdul Haris Nasution. Muncul rasa tidak puas dan kecemburuan dari beberapa batalyon yang harus kehilangan banyak tentaranya akibat program rasionalisasi tersebut.
Brigade I
Komandannya Letkol Abimanyu, Wakilnya Mayor Sadikin.
Komandan-Komandan Batalyonnya ialah :
Komandannya Letkol Abimanyu, Wakilnya Mayor Sadikin.
Komandan-Komandan Batalyonnya ialah :
Mayor Sambas Atmadinata
Mayor Sentot Iskandardinata
Mayor Umar Wirahadikusumah
Mayor Rukman
Brigade II
Komandannya A.E Kawilarang, Wakilnya Mayor Kusno Utomo.
Komandan-Komandan Batalyonnya ialah :
Komandannya A.E Kawilarang, Wakilnya Mayor Kusno Utomo.
Komandan-Komandan Batalyonnya ialah :
Mayor RA Kosasih
Mayor Kemal Idris
Mayor Achmad Wiranatakusumah
Mayor Daeng Ardiwinata
Kepala Stafnya Mayor Simon L. Tobing.
Pasukan Siliwangi adalah pendukung utama beleid rasionalisasi itu sehingga kekuatan antara yang pro dan kontra rasionalisasi menjadi lebih seimbang. Pasukan Siliwangi, yang lebih lengkap persenjataannya dan relatif lebih disiplin dan modern, menjadi pasukan elit yang tampak diistimewakan, terlebih konsep dan cetak biru rasionalisasi memang disusun berdasarkan gagasan Kolonel Abdul Haris Nasution. Muncul rasa tidak puas dan kecemburuan dari beberapa batalyon yang harus kehilangan banyak tentaranya akibat program rasionalisasi tersebut.
Pasukan dari Kompi III Batalyon 33 |
PEMBERONTAKAN PKI MADIUN
Setelah menyerahkan mandatnya kepada
Pemerintah Repunlik Indonesia, Amir Syarifuddin menjadi oposisi dari
pemerintahan kabinet Hatta. Ia menyusun kekuatan dalam Font Demokrasi Rakyat
(FDR), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Mereka
mengadakan pengancaman ekonomi dengan cara menghasut kaum buruh untuk
melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 juli 1948.
Pada saat FDR melakukan ofensif,
tampillah Musso seorang tokoh PKI yang dikirim oleh pimpinan gerakan komunis
internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara
Republik Indonesia dari tangan kaun nasionalis. Ia mengembangkan politik yang
diberi nama “jalan baru”. Sesuai dengan doktrin itu, ia melakukan
fusi antara partai sosialis, partai buruh dan lain-lain menjadi PKI. Ia bersama
Amir Syarifuddin mengambil alih pimpinan PKI itu. PKI melakukan provokasi
terhadap kabinet Hattadan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seolah olah
bersikap kompromistis terhadap musuh.
Kabinet Hatta sekalipun mendapat
serangan dari kaum komunis, tetap melaksanakan program reorganisasi dan
rasionalisasi. Sebagai langkah pertama untuk melaksanakan Rasionalisasi
dalam Angkatan Perang, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1948 pada
tanggal 2 Januari 1948 yang isinya antara lain:
- Pembubaran Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan Perang
- Pengangkatan untuk sementara Kepala Staf umum Angkatan Perang beserta Wakilnya
- Mengangkat Jendral Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang Mobil
- Pengangkatan Angkatan Staf Markas Besar Pertempuran
Usaha pertama yang dilakukan FDR/PKI
adalah melakukan propaganda kepada massa akan pentingnya Front Nasional, lewat
Front Nasional dilakukan penggalangan kekuatan revolusioner dari massa buruh,
tani, dan kaum miskin lainnya dengan memanfaatkan keresahan sosial yang ada.
Setelah langkah tersebut, FDR/PKI akan berkoalisi dengan tentara. Konsep
tentara dimata FDR(PKI) harus memiliki konsep seperti tentara merah di Uni
Sovyet, tentara harus memiliki pengetahuan tentang politik dan dibimbing oleh
opsir-opsir politik, dan tentara harus berwatak anti penjajah. Tentara-tentara
yang bergabung kemudian, kebanyakan adalah tentara sakit hati yang terkena
program Rasionalisasi dan Reorganisasi kabinet Hatta dan kebetulan menemukan
persamaan visi dengan FDR (PKI).
Pemberontakan PKI di Madiun tersebut
dimulai pada jam 3.00 setelah terdengar tembakan pestol tiga kali sebagai tanda
dimulainya gerakan non parlementer oleh kesatuan komunis yang disusul dengan
gerakan perlucutan senjata, kemudian kesatuan PKI menduduki tempat-tempat
penting di kota Madiun, seperti Kantor Pos, Gedung Bank, Kantor Telepon, dan
Kantor Polisi. Lalu berlanjut dengan penguasaan kantor radio RRI dan
Gelora Pemuda sebagai alat bagi mereka untuk mengumumkan ke seluruh negeri
tentang penguasaan kota Madiun yang akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan akan mendirikan Sovyet Republik Indonesia serta
pembentukan Pemerintahan Front Nasional. Proklamasi ini sendiri diucapkan oleh
Supardi, tokoh FDR dari Pesindo dengan diiringi pengibaran bendera merah.
Dengan ini Madiun dan sekitarnya resmi dinyatakan sebagai daerah yang
terbebaskan.
Puncak gerakan yang dilakukan PKI
pada tanggal 18 september 1948 yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang
berdirinya Sovyet Republik Indonesia yang bertujuan mengganti
dasar negara pancasila dengan Komunis. Yang menarik adalah ketika Sovyet
Republik Indonesia diproklamirkan Amir Syarifuddin dan Muso yang selanjutnya di
usung sebagai presiden dan wakil presiden malah berada di luar
Madiun.kesatuan-kesatuan yang telah dipersiapkan untuk melakukan pemberontakan
tersebut antara lain: kesatuan yang dipimpin oleh Sumartono (Pesindo).
Pasukan Divisi VI Jawa Timur dibawah
pimpinan Kolonel Djokosujono dan Letkol Dahlan yang waktu Panglima Divisinya
ialah Kolonel Sungkono. Juga dari sebagian Divisi Panembahan Senopati yang dipimpin
oleh Letkol Suadi dan Letkol Sujoto. Dalam gerakan ini kesatuan PKI telah
melakukan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat
orang militer. Perebutan kekuasaan ini berjalan lancar, kemudian mereka
mengibarkan bendera merah di depan Balai Kota. Pasukan-pasukan komunis yang
dipimpin oleh Sumarsono, Dahlan dan Djokosujono dengan cepat telah bergerak
menguasai seluruh kota Madiun, karena sebagian besar tentara di kota itu tidak
mengadakan perlawanan. Disamping itu pertahanan kota Madiun sebelumnya praktis
sudah dikuasai oleh Pasukan Brigade 29.121 Perebutan kekuasaan tersebut pada
jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya menguasai Madiun.
Pemberontakan PKI yang terjadi di
Madiun mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan tindak tegas.
Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan negara berada ditangannya.Ketika
terdengar berita di Madiun terjadi perebutankekuasaan yang dilakukan oleh PKI
Musso, maka dengan segera pemerintah mengadakan Sidang Kabinet Lengkap pada
tanggal 19 September 1948 yang diketuai oleh Presiden Soekarno. Hasil sidang
tersebut mengambilkeputusan antara lain ;
- Bahwa Peristiwa Madiun yang digerakan oleh FDR/PKI adalah suatu pemberontakan terhadap Pemerintah dan mengadakan instruksi kepada alat-alat Negara dan Angkatan Perang untuk memulihkan keamanan Negara.
- Memberikan kuasa penuh kepada Jendral Sudirman untuk melaksanakan tugas pemulihan keamanan dan ketertiban kepada keadaan biasa di Madiun dan daerah-daerah lainnya.
Untuk tugas operasi ini Divisi
Siliwangi mengerahkan kekuatan 8 Batalyon, yaitu :
- Batalyon Achmad Wiranatakusumah
- Batalyon Lukas yang menggantikan Batalyon Umar
- Batalyon Daeng
- Batalyon Nasuhi
- Batalyon Kusno Utomo, Letkol Kusno Utomo memegang dua batalyon dan menjabat sebagai Kepala Staf Brigade
- Batalyon Sambas, yang kemudian diganti oleh Batalyon Darsono
- Batalyon A. Kosasih
- Batalyon Kemal Idris
Di samping itu juga Pasukan
Panembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Slamet Ryadi, Pasukan Tentara
Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi dan Pasukanpasukan dari Banyumas yang
dipimpin oleh Mayor Surono.Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A. Kosasih yang
didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke Utara dengan tujuan Pati. Batalyon
Daeng bergeruk ke Utara dengan tujuan Cepu, Blora, Batalyon Nasuhi dan
Batalyon Achmad Wiranatakusumah bergerak ke Selatan dengan tujuan Wonogiri dan
Pacitan. Batalyon Darsono dan Batalyon Lukas bergerak ke Madiun. Sedangkan
Pasukan Panembahan Senopati bergerak ke Utara, Pasukan Tentara Pelajar yang
dipimpin oleh Mayor Achmadi bergerak ke Timur menuju Madiun melalui Sarangan.
Dalam menanggulangi pemborantakan
PKI-Muso di daerah Pati, Gubernur Militer II Kolonel Gatot Subroto mengerahkan
pasukan siliwangi untuk membantu pasukan teritorial setempat seperti Batalyon
Chris Sudono Brigade Ronggolawe, yang menghadapi pasukan-pasukan Brigade SS
yang memihak PKI-Muso. Pasukan Siliwangi yang dikerahkan di daerah Pati adalah
Brigade 1/Siliwangi pimpinan Letkol Kusno Utomo dengan dua batalyonnya:
Batalyon Kemal Idris dan Batalyon Kosasih. Batalyon Ahmad Wiranatakusumah dan
Batalyon Daeng Mohamad masih bertugas di daerah Madiun.
Pasukan Siliwangi bergerak cepat
dalam waktu singkat telah membebaskan kota-kota. Namun karena gerak cepatnya
kadang harus direbut ulang kota yang sudah dibebaskan itu karena pasukan lawan
memasuki kota itu kembali setelah pasukan siliwangi lewat.
Kolonel Djatikusumo sudah menjadi
KSAD, juga bertugas menjamin berjalannya pemerintahan sipil. Sedangkan Kolonel
AH Nasution sebagai Panglima Komando Djawa memimpin operasi militer. Dibeberapa
daerah di Karesidenan Pati, pemerintahan sipil mengalami kemacetan sebab Bupati, Camat dan Lurah digorok oleh PKI, atau melarikan diri menghindari
bahaya maut. Dalam keadaan vakum pemerintahan sipil, maka Pasukan T ditugaskan
berfungsi sebagai, Bupati Militer, Wedana Militer, Camat Militer dan
sebagainya.
Musso yang melarikan diri ke daerah
Ponorogo tertembak mati pada tanggal 31 Oktober 1948 oleh Brigade S yang
dipimpin oleh Kapten Sunandar sewaktu melakukan patroli. Sedangkan Pada tanggal
20 Nopember 1948 pasukan Amir menuju Tambakromo, sebelah Timur Kayen sebelah
Selatan Pati. Mereka terdiri dari kurang lebih 500 orang, ada yang beserta
keluarga mereka. Keadaan mereka sangat menyedihkan. Banyak diantara mereka yang
ingin melarikan diri, tetapi rakyat selalu siap menangkap mereka. Banyak mayat
pemberontak diketemukan karena sakit, atau kelaparan. akhirnya Amir menyerahkan
diri beserta pasukannya pada tanggal 29 Nopember, saat mereka menyeberangi
Sungai Lusi menuju ke desa Klambu, antara Klampok dan Bringin (7 Km dari
Purwodadi). Pasukan TNI mengadakan taktik menggiring ke titik buntu yang
mematikan. Taktik ini ternyata berhasil, karena pasukan pemberontak terjepit di
daerah rawa-rawa. Mereka dikepung oleh kesatuan-kesatuan TNI, akhirnya Amir
menyerahkan diri beserta pasukannya.
Selama fase hijrah yang disertai
polemik itu, pasukan Siliwangi menjadi andalan utama pemerintahan Hatta dalam
membangun strategi pertahanan-keamanan, termasuk untuk menghentikan aksi
sepihak Front Demokratik Rakyat (FDR) yang ditulangunggungi oleh PKI di Madiun
pada September 1948. Pada 30 September 1948, pasukan Siliwangi yang dipimpin
Brigade Sadikin dan Brigade Kusno Utomo dan dari Batalyon Kiansantang berhasil
menguasai Madiun. Setelah Yogyakarta dikuasai Belanda lewat Agresi Militer II,
pasukan Siliwangi mematuhi perintah Soedirman untuk mengundurkan diri ke luar
kota Yogyakarta. Dari pinggiran kota Yogyakarta itulah, Divisi Siliwangi ikut
menggelar perlawanan gerilya.
PENYEBAB SILIWANGI PULANG
KANDANG
Pengalaman Siliwangi
tentang perang melawan para penjajah sudah matang, apalagi setelah mendapat
godogan oleh pemimpin kita di Markas Besar di Jogjakarta, kemudian penggodogan
itu dijadikan garis kebijaksanaan dalam rangka menghadapi kemungkinan agresi
Belanda yang berikutnya, yang oleh pemimpin Angkatan Darat dinyatakan pasti
akan terjadi pada suatu waktu, walaupun belum diketahui kapan terjadinya.
Pimpinan APRI antara lain
Kolonel AH Nasution yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Staf
Operasi MBAP yang sekaligus merangkap sebagai Wakil Panglima Besar dengan
seksama menyusun suatu rencana mengenai persiapan ”Aksi Wingate” untuk ke
Jawa Barat dan karena berdasarkan pengalaman masa perang kemerdekaan pertama
yakni dalam menanggulangi agresi Militer Belanda Pertama dulu, maka disusunlah
Rencana Operasi Militer dalam Perintah Siasat No.1 yang kita kenal
dengan “Perintah Siasat No.1 “ atau “Perintah Panglima Besar No.1” yang
isinya tentang Instruksi Panglima Besar Sudirman tertanggal Jogjakarta 9
Nopember 1948 yaitu antara lain :
- Tidak lagi menggelar pertahanan linier di dalam menanggulangi agresi militer Belanda.
- Meniadakan politik bumi hangus.
- Meniadakan pengungsian yang ditulangpunggungi oleh politik non kompromi sepenuhnya.
- Pembentukan Wehrkreise wehrkreise sebagai basis perlawanan gerilya dan pemerintahan gerilya.
- Kesatuan-kesatuan yang telah berhijrah, harus bergerak menyusup kembali ke kedudukannya sebelum dihijrahkan, untuk menyusun wehrkreise wehrkreisenya.
Sementara itu pemimpin
RECOMBA yang lama ,Dr H.J Van Mook pada tgl 14 Oktober 1948 digantikan oleh
Dr. Beel dengan memakai nama baru yaitu ”Wakil Tinggi Mahkota”
(WTM).Maka pihak Belanda dengan tiba tiba pada tgl 19 Desember 1948
melancarkan serangan agresi militernya dengan tiba tiba dalam rangka
menciptakan penjajahannya yang kedua, saat itu bom bom pertama dijatuhkan dari
pesawat di Jogjakarta . Pada waktu itu juga Panglima Besar Jenderal
Sudirman yang masih dalam keadaan sakit, namun sekalipun demikian beliau masih
sempat untuk menyampaikan Perintah kilat melalui RRI Jogjakarta
Dengan dikeluarkannya Perintah Kilat tersebut, maka kini pasukan mulai melaksanakan rencana yang telah ditetapkan Kepala Staf Divisi Siliwangi, Letkol Daan Jaja segera menghadap Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia untuk melaporkan tentang pelaksanaan “Long March” yang akandilakukan dari Jawa Tengah ke Jawa Barat.
Guna menghadapi persiapan
dalam rangka usaha gerakan penyusupan kembali ke Jawa Barat, maka pada
pertengahan bulan Desember 1948 pasukan Siliwangi telah dibebaskan dari
segala tugas pengamanan di dalam negeri, mulai pada saat itu maung Siliwangi
mulai bergerak dari kedudukannya di wilayah Kedu, Surakarta dan Jogjakarta
menuju ke kampung halamannya untuk membebaskan diri dari
cengkeraman teror penjajah Belanda.
Dengan demikian dimulailah
suatu episode baru bagi sejarah Siliwangi dalam Revolusi fisik yang akan
dicatat dan akan selalu dikenang sekaligus dengan rasa bangga dan terharu
yaitu mengadakan Long March beserta beratus-ratus keluarganya dengan berbagai
cara mereka datang menyusul hijrah ke Jogja , kemudian dilanjutkan bergerak
kembali Long March ke Jawa Barat.
sumber :
1. Kostrad Yonif 305/ tengkorak
2. Peristiwa Madiun dan Pembahasannya, Sari E Rahmawati,
1. Kostrad Yonif 305/ tengkorak
2. Peristiwa Madiun dan Pembahasannya, Sari E Rahmawati,
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.